Dukungan terhadap Palestina di PBB makin membesar. Foto: Anadolu
Muhammad Reyhansyah • 22 September 2025 14:15
Gaza: Inggris, Australia, Kanada, dan Portugal pada Minggu, 21 September 2025 resmi mengakui Negara Palestina, menyusul perang berkepanjangan di Gaza yang memasuki tahun kedua. Sejumlah negara lain seperti Prancis dan Belgia diperkirakan akan mengambil langkah serupa pada Sidang Majelis Umum PBB.
Negara Palestina secara sepihak diproklamasikan pada 1988 oleh kepemimpinan Palestina di pengasingan. Dari wilayah yang diklaim, Tepi Barat saat ini masih diduduki Israel, sementara Jalur Gaza porak-poranda akibat konflik.
Menurut hitungan AFP yang dikutip Gulf Times, Senin, 22 September 2025, sedikitnya 145 dari 193 negara anggota PBB kini mengakui Palestina, termasuk empat negara yang baru saja bergabung: Britania Raya, Kanada, Australia, dan Portugal. Rusia, seluruh negara Arab, hampir semua negara Afrika dan Amerika Latin, serta sebagian besar Asia termasuk India dan Tiongkok telah lama tercatat di daftar tersebut.
Gelombang pertama pengakuan muncul setelah proklamasi 1988, dimulai dari Aljazair sebagai negara pertama. Gelombang berikutnya terjadi pada 2010–2011, disusul lonjakan terbaru setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memicu ofensif Israel di Gaza. Konflik itu mendorong 13 negara tambahan untuk mengakui Palestina.
Negara yang menolak
Meski tiga perempat anggota PBB telah mengakui, masih ada sekitar 45 negara yang menolak. Israel dan Amerika Serikat termasuk di antaranya, bersama sekutu-sekutunya.
Di Asia, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura belum memberikan pengakuan. Hal serupa berlaku bagi Kamerun di Afrika, Panama di Amerika Latin, serta sebagian besar negara di Oseania.
Eropa menjadi kawasan paling terbelah, dengan hampir separuh negara mendukung dan sisanya menolak. Hingga pertengahan 2010-an, hanya Turki dan negara-negara bekas blok Soviet yang mengakui Palestina.
Namun, dinamika berubah setelah Swedia mengakui pada 2014, diikuti Norwegia, Spanyol, Irlandia, Slovenia, hingga Britania Raya dan Portugal pada 2024. Sementara itu, Italia dan Jerman menegaskan tidak berencana mengakui Palestina.
Makna pengakuan
Romain Le Boeuf, profesor hukum internasional di Universitas Aix-Marseille, menyebut pengakuan terhadap Palestina sebagai salah satu isu “paling rumit” dalam hukum internasional karena berada di antara ranah politik dan yuridis. Ia menjelaskan, negara bebas menentukan bentuk serta waktu pengakuan, dan tidak ada lembaga khusus yang mendaftarkan hal tersebut.
“Pengakuan tidak berarti sebuah negara otomatis tercipta, sebagaimana ketiadaan pengakuan juga tidak mencegah eksistensinya,” kata Le Boeuf.
Menurutnya, bobot pengakuan lebih banyak bersifat simbolis dan politis, tetapi mayoritas negara menilai Palestina telah memenuhi syarat sebagai sebuah negara.
Philippe Sands, pakar hukum Prancis-Inggris, menulis di
New York Times pada Agustus 2025 bahwa meski simbolis, langkah tersebut bisa menjadi “perubahan besar.” Ia menambahkan, “Begitu Anda mengakui Palestina sebagai negara, Anda menempatkannya sejajar dengan Israel dalam perlakuan di bawah hukum internasional.”