Mantan PM Nepal, K. P. Sharma Oli. (EPA-EFE)
Riza Aslam Khaeron • 10 September 2025 17:45
Jakarta: Gelombang demonstrasi besar-besaran yang melanda Nepal pada 8 September 2025 menjadi pemicu krisis politik yang berujung pada pengunduran diri Perdana Menteri K. P. Sharma Oli.
Aksi ini bermula dari keputusan kontroversial pemerintah yang memblokir akses ke sejumlah platform media sosial seperti Facebook dan TikTok, dengan alasan keamanan nasional serta ketentuan pendaftaran resmi.
Dalam kondisi yang semakin genting dan desakan publik yang kian menguat, Oli akhirnya menyatakan mundur pada 9 September 2025. Lantas siapa sebenarnya Oli? Berikut profil lengkapnya
Kehidupan dan Pendidikan
Khadga Prasad Sharma Oli lahir pada 22 Februari 1952 di Iwa, Tehrathum,
Nepal. Ia berasal dari keluarga petani sederhana—ayahnya, Mohan Prasad Oli, merupakan petani Brahmana dengan latar pendidikan terbatas. Ibunya, Madhumaya Oli, meninggal karena cacar ketika Oli masih berusia empat tahun.
Sejak kecil, hidupnya tidak mudah. Setelah keluarga mereka kehilangan tempat tinggal akibat banjir, Oli sempat tinggal bersama kakek-neneknya di Jhapa.
Ia menempuh pendidikan dasar di Pranami Middle School dan menyelesaikan ujian SLC dari Adarsha Secondary School pada tahun 1970. Masa remajanya banyak dipengaruhi oleh gerakan anti-Panchayat dan semangat revolusi Naxalbari dari India.
Dari sinilah kecenderungannya terhadap ideologi kiri berkembang, terutama karena pengaruh pamannya yang juga seorang aktivis, Ramnath Dahal.
Karier Politik dan Jadi Perdana Menteri
Oli terjun ke politik pada usia 18 tahun dengan bergabung ke kelompok komunis. Ia pertama kali ditangkap pada 1970 dan kemudian dipenjara selama hampir 14 tahun karena keterlibatannya dalam pemberontakan Jhapa. Di dalam penjara, ia justru naik pangkat sebagai anggota komite pusat Partai Komunis
Nepal (Marxis–Leninis) pimpinan Madan Bhandari.
Pasca dibebaskan pada 1987, Oli aktif dalam pergerakan partai hingga akhirnya terpilih sebagai anggota parlemen dari Jhapa pada pemilu 1991. Ia menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri pada 1994 dan kemudian menjadi Wakil PM dan Menteri Luar Negeri pada 2006. Karier puncaknya dimulai pada 2015 saat pertama kali menjabat sebagai Perdana Menteri.
Secara total, Oli menjabat empat kali sebagai Perdana Menteri Nepal:
- 2015–2016: Masa jabatan ini dimulai usai pengesahan konstitusi baru. Ia harus menghadapi blokade ekonomi oleh India dan mulai mempererat hubungan dagang dengan Tiongkok.
- 2018–2021: Koalisi besar antara CPN-UML dan CPN-Maoist Centre mengantar Oli kembali ke kursi PM. Namun, konflik internal partai dan keputusan membubarkan parlemen membuat pemerintahannya tidak stabil.
- 2021 (sementara): Setelah putusan Mahkamah Agung membatalkan pembubaran parlemen, Oli kembali menjabat meski hanya sebentar sebelum dikalahkan dalam mosi tidak percaya.
- 2024–2025: Kembali menjabat berkat kesepakatan rotasi kekuasaan dengan Sher Bahadur Deuba. Namun jabatan ini berakhir lebih cepat setelah demonstrasi besar meluas di seluruh negeri.
Demonstrasi dan Pengunduran Diri
Masa jabatan keempat Oli berakhir di tengah krisis sosial dan politik terbesar dalam dekade terakhir
Nepal. Pada 4 September 2025, pemerintah menerbitkan larangan terhadap beberapa platform media sosial—termasuk Facebook dan TikTok—dengan alasan keamanan nasional.
Namun kebijakan ini memantik gelombang kemarahan, khususnya di kalangan generasi muda yang kemudian memulai demonstrasi anti-pemerintah dengan tuntutan transparansi, penghapusan korupsi, dan pengunduran diri pejabat tinggi.
Aksi unjuk rasa yang dikenal dengan sebutan "Gen Z Protests" terus meluas hingga mencapai puncaknya pada 8–9 September 2025. Kompleks pemerintahan Singha Durbar dibakar massa, Bandara Internasional Kathmandu ditutup sementara, dan tercatat sedikitnya 22 orang tewas dalam bentrokan. Menteri Dalam Negeri Ramesh Lekhak mengundurkan diri lebih dulu sehari sebelumnya.
Pada 9 September 2025, Oli secara resmi menyerahkan surat pengunduran diri kepada Presiden Ram Chandra Paudel. Dalam suratnya, ia menyatakan mundur berdasarkan Pasal 77(1)(a) UUD
Nepal agar bisa membuka jalan menuju penyelesaian politik konstitusional.
"Dalam situasi luar biasa yang sedang terjadi di negara ini, dan demi menginisiasi upaya penyelesaian politik secara konstitusional, saya dengan ini mengundurkan diri dari jabatan Perdana Menteri sesuai Pasal 77 (1)(a)," tulis Oli dalam surat pengunduran diri.
Presiden menerima pengunduran diri tersebut dan menyatakan bahwa kabinet akan tetap bekerja dalam kapasitas caretaker sampai terbentuknya pemerintahan baru.
Pengunduran diri Oli menjadi klimaks dari ketidakstabilan politik yang telah lama mengakar, memperlihatkan bagaimana tekanan publik mampu memaksa pergantian kekuasaan dalam sistem demokrasi
Nepal.