Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat. Foto: Istimewa
Whisnu Mardiansyah • 8 December 2025 19:03
Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendesak pemerintah daerah memberikan perlakuan khusus bagi proses belajar mengajar dan pelaksanaan Ujian Akhir Semester (UAS) di wilayah terdampak bencana alam. Pemaksaan pelaksanaan ujian dinilainya sebagai bentuk kurangnya empati.
“Bila sekolah memaksakan UAS di daerah terdampak bencana alam dan guru serta siswanya sedang dalam situasi darurat, hal itu memperlihatkan ada cacat empati secara institusional kepada masyarakat,” kata Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Senin, 8 Desember 2025.
Ia menyoroti fakta di lapangan di mana sejumlah sekolah justru bergegas menyelenggarakan UAS setelah banjir surut. Padahal, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti telah meminta pemerintah daerah di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat untuk mengatur ulang jadwal UAS sesuai kondisi wilayah masing-masing pascabencana.
Lestari yang akrab disapa Rerie itu menekankan pentingnya fleksibilitas. Pemerintah daerah dapat menerapkan kebijakan belajar mengajar yang sesuai dengan situasi pascabencana. Ia mencontohkan langkah yang diambil Sekolah Sukma Bangsa di Aceh.
“Sekolah Sukma Bangsa di Lhokseumawe, Bireuen, dan Pidie secara resmi meniadakan UAS dalam bentuk penilaian pengetahuan,” ujar Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI itu.
Menurutnya, sekolah tersebut justru mengedepankan aspek afeksi atau rasa. “Pascabencana ini, peserta didik perlu mengetahui siapa saja temannya yang terdampak, bagaimana dampaknya, dan apa yang dapat ia lakukan untuk membantu,” jelas Rerie, yang juga anggota Majelis Tinggi Partai NasDem.

Kondisi Sekolah Dasar Negeri (SDN) 09 Bancah, Nagari Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam yang terdampak banjir bandang. ANTARA/Yusrizal.
Ia mendorong agar pemerintah daerah mengalihfungsikan sekolah menjadi pusat pemulihan komunitas pascabencana, bukan sekadar ruang ujian. Rerie juga mengusulkan program ‘Sekolah Peduli’ yang mengajak guru dan siswa mengunjungi rumah terdampak, melakukan aksi sosial, serta gotong royong untuk memulihkan kondisi fisik dan mental korban.
“Dari sejumlah kegiatan itu, diharapkan mampu menanamkan dan memperkuat rasa empati dan nilai-nilai persatuan yang mampu melandasi tumbuhnya karakter para peserta didik,” tegas Rerie.