Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Foto: Anadolu
Muhammad Reyhansyah • 9 December 2025 19:09
London: Ukraina tengah menyiapkan rancangan rencana perdamaian yang telah direvisi untuk disampaikan kepada Gedung Putih, sebagai upaya menghindari tekanan agar memberikan konsesi teritorial kepada Rusia.
Presiden Volodymyr Zelensky kembali menegaskan bahwa menyerahkan wilayah bukanlah opsi yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintahannya.
Dalam pertemuan dengan para pemimpin Eropa dan NATO pada Senin, Zelensky menyatakan bahwa ia “tidak memiliki hak” untuk melepaskan wilayah Ukraina, baik berdasarkan hukum nasional maupun hukum internasional. Tindakan tersebut, menurutnya, juga bertentangan dengan prinsip moral.
“Rusia mendesak agar kami menyerahkan wilayah, tetapi kami tidak ingin mengalahkan apa pun. Kami tidak memiliki hak hukum untuk melakukannya, menurut hukum Ukraina, konstitusi kami, dan hukum internasional. Dan kami juga tidak punya hak moral,” ujar Zelensky, dikutip dari BBC, Selasa, 9 Desember 2025.
Pernyataan tegas tersebut dilakukan di tengah kekhawatiran para sekutu bahwa Washington mungkin mendukung kesepakatan damai yang mencakup konsesi besar bagi Ukraina, sehingga berpotensi membuka peluang invasi ulang oleh Moskow di masa depan.
Zelensky menyampaikan bahwa timnya dapat mengirimkan proposal baru kepada AS paling cepat pada Selasa, sebagaimana dilaporkan kantor berita AFP.
Ia menambahkan bahwa rancangan awal yang terdiri dari 28 butir usulan yang diajukan AS dan sebelumnya ditolak oleh Kyiv serta pemimpin Eropa karena dinilai menguntungkan Rusia telah dipangkas menjadi 20 butir.
Zelensky menegaskan bahwa tidak ada poin “pro-Ukraina” yang dihapus, serta tidak ada “kompromi” terkait wilayah. Ia menyoroti bahwa kendali atas wilayah Donbas di timur dan pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia menjadi isu paling sensitif.
Versi awal draf rencana perdamaian yang bocor menyebutkan bahwa Ukraina akan menyerahkan kendali penuh atas Donbas kepada Rusia, meski pasukan Kremlin gagal mengambil alih wilayah itu sepenuhnya hampir empat tahun setelah perang dimulai. Selain itu, menurut draf tersebut, energi yang dihasilkan dari PLTN Zaporizhzhia yang terbesar di Eropa akan dibagi antara Rusia dan Ukraina.
Koalisi Barat Menguat
Pertemuan darurat di Downing Street pada Senin yang dihadiri Zelensky, Perdana Menteri Inggris Sir Keir Starmer, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Kanselir Jerman Friedrich Merz—dipandang luas sebagai sinyal dukungan kuat untuk Ukraina dalam upayanya menolak tekanan Amerika Serikat.
Kantor Perdana Menteri Inggris menyatakan bahwa pertemuan tersebut menyepakati bahwa negosiasi yang dipimpin AS merupakan “momen kritis” untuk meningkatkan dukungan bagi Kyiv, sembari menegaskan pentingnya “perdamaian yang adil dan berkelanjutan, dengan jaminan keamanan yang kuat.”
Berbagai negara Eropa terus membahas bentuk jaminan keamanan pascaperjanjian perdamaian, termasuk kemungkinan pembentukan koalisi militer internasional.
Inggris dan Prancis telah mengusulkan pengiriman pasukan internasional ke Ukraina, namun sejumlah negara seperti Jerman dan Italia masih meragukan gagasan tersebut. Peran Amerika Serikat dalam dukungan pertahanan jangka panjang juga masih menjadi pertanyaan besar.
Usai pertemuan di London, Zelensky bertolak ke Brussel untuk bertemu Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, serta dijadwalkan bertemu Perdana Menteri Italia Georgia Meloni pada Selasa.
Narasi Saling Tekan
Di tengah diplomasi intensif itu, kota Sumy di barat laut Ukraina mengalami pemadaman listrik setelah serangan drone Rusia pada Senin malam. Gubernur setempat mengatakan lebih dari selusin drone menargetkan infrastruktur listrik dalam rangkaian serangan udara malam terbaru Rusia, meski tidak ada korban jiwa.
Sementara itu, Moskow mengklaim pembicaraan dengan Gedung Putih berlangsung konstruktif, walaupun tidak ada tanda bahwa Kremlin bersedia menyimpang dari tuntutan yang mereka ajukan sejak melancarkan invasi besar-besaran pada Februari 2022.
Pada Minggu, Donald Trump menyatakan bahwa ia menganggap Zelensky sebagai hambatan utama tercapainya kesepakatan damai, sebuah tujuan yang dijanjikan Trump akan ia capai dengan cepat dalam kampanye pemilihan presiden 2024.
Ia mengatakan Rusia “tidak keberatan” dengan rencana perdamaian yang ditawarkan AS kepada kedua pihak, namun ia “sedikit kecewa bahwa Zelensky belum membacanya.”
Secara hampir bersamaan, Zelensky mengatakan bahwa ia tengah menunggu laporan dari negosiator utamanya, Rustem Umerov, setelah tiga hari pembicaraan dengan delegasi AS di Miami. “Beberapa isu hanya dapat dibahas secara langsung,” kata Zelensky.