Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Kaja Kallas. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 6 December 2025 18:55
Brussel: Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Kaja Kallas mengatakan pada Sabtu, 6 Desember 2025, bahwa Amerika Serikat (AS) tetap menjadi “sekutu terbesar” Eropa. Pernyataan ini merupakan upaya UE dalam meredakan ketegangan setelah Washington merilis Strategi Keamanan Nasional terbarunya yang menuding Eropa melakukan regulasi berlebihan, sensor, serta menunjukkan kelemahan dalam menghadapi tantangan migrasi.
Berbicara pada Doha Forum di Qatar, Kallas mengakui bahwa sebagian isi dokumen AS tersebut bersifat kritis terhadap institusi Eropa, namun ia menegaskan bahwa kemitraan transatlantik tetap solid.
“Tentu saja ada banyak kritik, tetapi saya pikir sebagian dari itu memang benar,” ujarnya.
“AS tetap sekutu terbesar kami. … Kami tidak selalu sependapat dalam berbagai isu, tetapi prinsip utamanya tetap ada. Kami adalah sekutu terbesar, dan kami harus tetap bersama," sambung Kallas, dikutip dari Anadolu Agency.
Strategi keamanan baru yang diluncurkan Jumat dini hari di Washington, DC, itu menandai perubahan signifikan dari kebijakan AS sebelumnya, sekaligus mengkodifikasi kritik Presiden Donald Trump selama berbulan-bulan terhadap Eropa.
Dokumen tersebut menuduh benua itu terlampau diatur, kehilangan “kepercayaan diri,” dan mengalami “penghapusan peradaban” akibat imigrasi.
Strategi itu juga mengklaim bahwa institusi Eropa “melemahkan kebebasan politik dan kedaulatan” serta memprediksi bahwa, jika tren saat ini berlanjut, Eropa akan menjadi “tak dikenali dalam 20 tahun atau kurang.”
Lebih jauh, dokumen itu mengkritik apa yang digambarkan sebagai sensor, penindasan oposisi politik, menurunnya angka kelahiran, dan terkikisnya identitas nasional. Teks tersebut juga menyebut pemerintahan Eropa gagal menerjemahkan dukungan publik terhadap perdamaian ke dalam kebijakan karena keterbatasan politik internal.
Strategi itu dirilis setelah serangkaian pernyataan tajam dari pejabat senior AS, termasuk Wakil Presiden JD Vance yang dalam pidatonya di Munich mengkritik pembatasan kebebasan berbicara di Eropa dan menyatakan kedekatan dengan gerakan sayap kanan seperti AfD di Jerman.
Dokumen tersebut tidak menyebut nama partai politik tertentu, tetapi selaras dengan dukungan lama Trump terhadap pemimpin seperti Viktor Orban dari Hungaria, yang dikenal menentang imigrasi dan hak LGBTQ.
Meski retorika meningkat, Kallas menegaskan bahwa kerja sama dengan Washington tetap sangat penting.
Baca juga: Uni Eropa Usulkan Bantuan Rp174 Triliun untuk Ukraina dari Aset Rusia