Pemilu AS Kian Dekat, Warga Palestina-Amerika Merasa Dikhianati Demokrat

Sejumlah demonstran pro-Palestina berunjuk rasa di depan Gedung Putih di Washington, AS. (EPA)

Pemilu AS Kian Dekat, Warga Palestina-Amerika Merasa Dikhianati Demokrat

Medcom • 10 September 2024 18:45

Washington: Seiring semakin dekatnya pemilu Amerika Serikat, banyak warga keturunan Palestina-Amerika merasa kecewa dengan pemerintahan Presiden Joe Biden dalam menyikapi perang di Jalur Gaza.

Samia Assed, seorang aktivis asal New Mexico, awalnya merasa ada harapan ketika Kamal Harris menjadi Wakil Presiden.

Namun, harapan tersebut pudar setelah permintaan untuk menampilkan pembicara Palestina-Amerika di Konvensi Nasional Demokrat (DNC) bulan lalu ditolak.

"Saya merasa sulit bernapas karena merasa tidak diperhatikan dan diabaikan," kata Assed, seorang penggerak komunitas di New Mexico.

Bagi Assed dan banyak warga Palestina-Amerika lainnya, sikap pemerintahan Biden yang mendukung Israel dalam konflik ini sangat menyakitkan. Mereka menyaksikan kehancuran Gaza dan meningkatnya korban jiwa, yang diperkirakan telah mencapai lebih dari 41.000 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak.

"Ini adalah waktu yang sangat sulit bagi pemuda Palestina dan warga Palestina-Amerika," kata Assed.

"Banyak yang mengalami penderitaan," lanjutnya, seperti dikutip dari TRT World, Selasa, 10 September 2024.

Assed, yang selama ini setia pada Partai Demokrat, kini merasa sulit menentukan pilihan dalam pemilu mendatang. Meski ingin mencegah kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih, ia juga merasakan kekecewaan mendalam terhadap Demokrat.

"Memilih Harris terasa seperti tusukan di hati," ujarnya.

Merasa Dikhianati

Di Georgia, Ghada Elnajjar yang kehilangan lebih dari 100 anggota keluarga di Gaza merasakan hal yang sama. Ia merasa DNC melewatkan kesempatan terhubung dengan pemilih Palestina-Amerika, dan menganggap kebijakan AS tidak konsisten dengan pernyataan Harris tentang upaya mencapai gencatan senjata.

Elnajjar, pada 2020 berkampanye untuk Biden, sekarang merasa dikhianati. Meski terus berharap ada perubahan kebijakan, ia mempertimbangkan untuk tidak memilih calon presiden jika Demokrat tidak menunjukkan tindakan nyata dalam menghentikan dukungan militer dan finansial ke Israel.

Tekanan untuk Perubahan

Banyak aktivis pro-Palestina, seperti Layla Elabed dari Gerakan Nasional "Uncommitted,” menuntut perubahan kebijakan dari Harris.

Jika tidak ada perubahan nyata, gerakan ini tidak akan mendukung Harris, dan memilih membiarkan pemilih menentukan pilihan mereka sendiri. Tekanan untuk menghukum Demokrat karena kebijakan yang dianggap tidak pro-Palestina semakin kuat.

Sementara itu, Nada Al-Hanooti dari organisasi advokasi Muslim-Amerika, Emgage Action, menekankan bahwa Demokrat perlu bekerja keras untuk memenangkan suara pemilih Palestina-Amerika.

"Demokrat harus memenangkan suara kami," tegasnya.

Aktivis Palestina terus berjuang untuk menekan Demokrat dalam isu-isu seperti penghentian bantuan militer ke Israel dan gencatan senjata.

Suara sebagai Alat Tawar

Banyak pemilih Palestina-Amerika menyadari bahwa suara mereka dapat menjadi alat tawar yang kuat. Omar Abuattieh, seorang mahasiswa di New Jersey, berencana memilih partai ketiga sebagai bentuk protes.

"Komunitas kami selama ini memberikan suara dengan mudah," ungkap Abuattieh.

"Ketika kita mulai menyadari bahwa suara kita bisa menjadi alat tawar-menawar, kita akan memiliki lebih banyak pengaruh," lanjutnya.

Dia percaya bahwa komunitas Palestina-Amerika harus memanfaatkan suara mereka untuk mendorong perubahan kebijakan di masa depan.

Survei Pew Research Center menunjukkan bahwa mayoritas Muslim-Amerika lebih simpatik terhadap Palestina daripada banyak warga AS lainnya.

Meski sebagian besar Muslim di AS cenderung mendukung Partai Demokrat, banyak yang merasa tidak puas dengan kebijakan luar negeri AS, terutama terkait konflik Israel-Palestina. (Nithania Septianingsih)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)