Anak dan Menantu Masuk Bursa Pilkada, Jokowi Terus Perluas Dinasti Politik

Presiden Joko Widodo. Biro Pers Sekretariat Presiden

Anak dan Menantu Masuk Bursa Pilkada, Jokowi Terus Perluas Dinasti Politik

Media Indonesia • 15 March 2024 14:54

Jakarta: Setelah putra pertama Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024, giliran putra bungsunya Kaesang Pangarep dan menantunya Bobby Nasution yang masuk dalam bursa Pilkada 2024. Hal itu menandakan dinasti politik Jokowi |semakin meluas.

Pengamat politik Ujang Komarudin menyebut dinasti politik Jokowi yang kian meluas merupakan keadaan darurat. Tidak bisa dipandang sebelah mata atau sekadar menyamakan dengan dinasti politik di luar negeri.

"Ya memang negeri ini darurat dinasti politik. Di luar negeri juga dinasti politik ada, terjadi tapi di luar negeri itu yang dimunculkan itu adalah keluarga-keluarga, anak-anak yang latar belakang bagus, berprestasi, punya pengalaman gitu. Kalau kita ini dinasti-dinasti tidak meritokrasi, tidak berdasarkan prestasi, berdasarkan pada kekeluargaan saja," ujar Ujang kepada Media Indonesia, Jumat, 15 Maret 2024.

Menurut Ujang, dinasti politik memang tidak dilarang dalam UU. Namun, harus ada batas kewajaran dan publik perlu mengkritisi satu keluarga yang berpotensi menjadi sangat powerfull dalam percaturan politik Tanah Air.

"Ya masa iya gitu anak, menantu maju semua. Walaupun dibolehkan dalam demokrasi tapi mestinya dinasti politik ini dibatasi gitu," kata dia.
 

Baca Juga: 

Analis: Usulan Erina Gudono Jadi Cabup Sleman untuk Memancing Kontroversi


Dinasti politik Jokowi yang kian meluas ini tidak terlepas dalam berbagai kebijakan dan regulasi yang dibuat pemerintah. Di zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sempat dirancang UU Pilkada yang membatasi dinasti politik. Hal itu guna menjaga situasi politik tetap sehat dan terbuka untuk semua anak bangsa. Namun, hal itu tak kunjung disahkan atau batal untuk disahkan.

"Dulu zaman SBY dalam UU Pilkada membatasi dinasti politik itu ada jeda lima tahun, tapi faktanya UU itu gak jadi disahkan, batal. Sehingga ya saat ini darurat dinasti politik, partai ada dinasti politik," terangnya.

Di era Jokowi, lanjut dia, praktik dinasti politik dilakukan secara terang-terangan. Bahkan regulasi yang ada dan seharusnya bisa membatasinya, ternyata bisa diterobos demi nafsu politik.

"Memang kita sudah darurat dinasti politik tapi persoalannya maju dalam pilkada seolah-olah tidak masalah karena dipilih oleh masyarakat. Tetapi kalau kita lihat cara pengembangan demokrasi yang sehat maka ini sesuatu yang tidak pas, tidak cocok, tidak wajar gitu karena nanti daerah-daerah itu akan dikuasai orang-orang tertentu, keluarga tertentu," ujar dia.

(MI/Faustinus Nua)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)