Tata Kelola Sektor Pertahanan Era Prabowo Subianto Dinilai Kacau

Newsmaker Medcom.id

Tata Kelola Sektor Pertahanan Era Prabowo Subianto Dinilai Kacau

Siti Yona Hukmana • 16 March 2024 21:23

Jakarta: Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf mengomentari sepak terjang Prabowo Subianto selama menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan). Menurut dia, banyak persoalan terjadi di sektor pertahanan selama calon presiden nomor urut 2 itu menjadi Menhan.

"Yang memperlihatkan kekacauan atau keruwetan dalam tata kelola sektor pertahanan di masa Pak Menteri Pertahanan Prabowo," kata Al Araf dalam program Newsmaker Medcom, Sabtu, 16 Maret 2024.

Menurut peneliti Imparsial ini hal itu terjadi karena Prabowo Subianto tidak mendesain awal perencanaan pertahanan secara utuh serta tidak transparan dan akuntabel. Hal ini, kata dia, terjadi karena Prabowo tidak membuat defence white paper atau buku putih pertahanan.

Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, menteri pertahanan diharuskan membuat buku putih pertahanan untuk mengetahui dan memahami persenjataan apa yang akan dipilih Indonesia dalam 5 tahun ke depan. Kemudian, untuk mengetahui ancaman apa yang akan dihadapi oleh Indonesia dan bagaimana mengatasi ancaman tersebut.

"Nah masyarakat harus mengetahui tentang sektor pertahanan itu, karena pertahanan adalah bagian dari publik, sehingga sektor pertahanan harus transparan dan akuntabel kepada publik. Ukuran transparansi itu terlihat jika seorang menteri pertahanan membuat buku putih pertahanan," jelas Al Araf.
 

Baca juga: Keluhan Prabowo soal Demokrasi Bisa Menjadi Masalah Serius

Al Araf mengatakan buku putih pertahanan ini terakhir dibuat oleh Menteri Pertahanan terdahulu Ryamizard Ryacudu. Sayangnya, tidak dilanjutkan oleh Prabowo yang akhirnya masyarakat tidak mengetahui ukuran-ukuran yang pasti dalam pembangunan kekuatan pertahanan selama 5 tahun itu.

Dia menilai wajar apabila mantan Kepala Lemhanas Andi Widjojanto mengatakan selama Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan, hanya melakukan pengadaan alutsista 13 persen dari total pengadaan alutsista era Presiden Jokowi 2014 hingga 2024. Sedangkan mayoritas, atau sekitar 87 persen pengadaan alutsista dilakukan di era Menteri Pertahanan Ryamizard Ryachudu.

"Karena memang tidak ada ukuran yang ajeg akibat dari tidak adanya buku putih pertahanan itu yang dibuat oleh Pak Prabowo. Sehingga publik sulit untuk mengetahui bagaimana ukuran-ukuran keberhasilan atau ukuran kegagalan," ungkapnya.

Al Araf menekankan buku putih pertahanan itu penting karena menjadi catatan bagi publik internasional, khususnya negara-negara di kawasan bahwa kekuatan pertahanan di Indonesia tidak mengancam kekuatan pertahanan negara-negara lain. Maka itu, kata dia, banyak negara Amerika Serikat, Australia dan semua negara demokrasi membuat buku putih pertahanan tersebut.

"Untuk menghindari apa yang disebut dengan dilema sekuriti di kawasan itu, untuk menghindari terjadinya dilema keamanan, untuk menjelaskan bahwa kekuatan keamanan kita tidak mengancam negara lain, karena pada prinsipnya kita ingin membangun perdamaian dunia," ungkapnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)