Al Jazeera Kecam Pembunuhan Jurnalis dalam Serangan Udara Israel di Gaza

Kerusakan akibat serangan israel di Jalur Gaza. (Anadolu Agency)

Al Jazeera Kecam Pembunuhan Jurnalis dalam Serangan Udara Israel di Gaza

Willy Haryono • 16 December 2024 14:05

Doha: Stasiun televisi Al Jazeera yang berbasis di Qatar mengecam keras pembunuhan Ahmad Baker Al-Louh, salah satu jurnalisnya, dalam serangan udara Israel di Gaza pada Minggu, 15 Desember 2024. Al Jazeera menyebut insiden ini sebagai "pembunuhan terarah" terhadap pekerja media di wilayah konflik.

Al Jazeera Media Network mengutuk keras pembunuhan kameramannya, Ahmad Baker Al-Louh, yang berusia 39 tahun. Louh tewas dalam serangan udara yang menghantam pos Pertahanan Sipil di area pasar Kamp Al-Nuseirat, Gaza Tengah.

"Ahmad Baker Al-Louh dibunuh secara brutal oleh pasukan pendudukan Israel dalam serangan udara yang menargetkan lokasi sipil," demikian pernyataan resmi Al Jazeera, seperti dikutip dari Channel News Asia, Senin 16 Desember 2024.

Militer Israel mengonfirmasi bahwa Louh tewas dalam serangan tersebut. Namun, Israel mengklaim bahwa Louh adalah anggota kelompok Jihad Islam Palestina dan pernah menjabat sebagai komandan peleton. 

Pihak militer juga menyatakan bahwa serangan itu ditujukan ke "pusat komando dan kontrol" yang diduga digunakan oleh Hamas dan Jihad Islam untuk menyerang pasukan Israel.

Juru bicara Pertahanan Sipil Gaza, Mahmud Bassal, menyebutkan bahwa serangan di kamp Nuseirat tersebut tidak hanya menewaskan Louh tetapi juga tiga anggota badan penyelamat lainnya. Menurutnya, sebuah pesawat tempur Israel menghancurkan situs Pertahanan Sipil di lokasi tersebut.

Kelompok Hamas mengecam pembunuhan ini sebagai "kejahatan perang" dan menyebutnya sebagai bagian dari upaya sistematis untuk mengintimidasi jurnalis di Gaza agar berhenti melaporkan situasi di lapangan.

Rumah Jurnalis Hancur

Al Jazeera menambahkan bahwa pembunuhan Louh terjadi hanya beberapa hari setelah rumahnya "hancur total" akibat serangan pasukan Israel. "Kami mengecam kejahatan yang terus dilakukan oleh pasukan pendudukan Israel terhadap jurnalis dan pekerja media di Gaza," kata pihak Al Jazeera.

Stasiun televisi ini juga menyatakan akan "mengambil langkah hukum untuk menuntut pihak yang bertanggung jawab atas kejahatan ini." Sejak awal perang di Gaza pada 7 Oktober tahun lalu, Al Jazeera terus melakukan peliputan langsung dari lokasi.

Hubungan Al Jazeera dengan pemerintah Israel telah lama diwarnai ketegangan. Israel beberapa kali menuduh stasiun televisi ini memiliki hubungan dengan Hamas atau Jihad Islam, tuduhan yang selalu dibantah oleh Al Jazeera. 

Pada September lalu, pasukan Israel merazia kantor Al Jazeera di Tepi Barat dengan alasan kantor tersebut digunakan untuk "menghasut terorisme" dan "mendukung aktivitas teroris."

Pada April, parlemen Israel meloloskan undang-undang yang memungkinkan pelarangan siaran media asing yang dianggap membahayakan keamanan negara. Berdasarkan undang-undang tersebut, pada Mei, pemerintah Israel memutuskan untuk melarang Al Jazeera melakukan siaran dari Israel dan menutup kantornya.

Menurut Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) yang berbasis di New York, perang antara Israel dan Hamas telah memberikan dampak yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap jurnalis Gaza. CPJ mencatat bahwa sejak 7 Oktober 2023, setidaknya 137 jurnalis dan pekerja media tewas di Gaza, Tepi Barat, Israel, dan Lebanon. (Muhammad Reyhansyah)

Baca juga:  Dianggap Berbahaya, Militer Israel Grebek Kantor Al Jazeera

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)