Dasar Kebijakan IKN Dinilai Keliru Sejak Awal

Desain IKN Nusantara. Foto: Dok Kementerian PUPR.

Dasar Kebijakan IKN Dinilai Keliru Sejak Awal

Sri Utami • 15 June 2024 22:19

Jakarta: Penunjukan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Otorita IKN (OIKN) dinilai tidak tepat. Sebab, yang menjadi masalah utama sulitnya menarik investor di IKN adalah dasar kebijakan yang sudah keliru sejak awal. 

"Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan sejumlah temuan pada mega proyek tersebut, di antaranya belum memadainya persiapan pembangunan infrastruktur IKN karena belum diterbitkannya hak pengelolaan lahan (HPL) seluas 2.0856 Ha," ungkap Anggota DPR Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama, Sabtu, 15 Juni 2024.

Menurutnya Plt Kepala OIKN memerlukan Peraturan Presiden (Perpres) untuk penyelesaian masalah Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan (PDSK) Plus. Namun, wakilnya meyakini tidak perlu Perpres tersebut. Hal ini menunjukkan kegamangan pemerintah dalam menjalankan kebijkan.

"Dengan banyaknya permasalahan tersebut, tentunya makin berat bagi OIKN untuk memenuhi ekspektasi pemerintah dalam membidik investasi yang tinggi di IKN. Buktinya investasi yang masuk ke IKN baru Rp47,5 triliun sejak 2023 hingga Januari 2024, sedangkan targetnya adalah Rp100 triliun hingga akhir tahun ini," cetusnya.

Ia mengatakan pemerintah masih mengandalkan investor nasional untuk pembangunan IKN. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR pada 11 Juni 2024 mengakui belum ada investor asing yang masuk. 
 

Baca juga: Kantor Presiden di IKN Diyakini Bisa Digunakan pada 17 Juli

Groundbreaking proyek di IKN yang sudah keempat kalinya juga diisi oleh investor nasional. Padahal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah mengeklaim para investor asing mengantre untuk masuk ke IKN.

"Kami menganggap bahwa investasi IKN tidak dapat meningkat karena karakteristiknya infrastruktur publik, sementara publiknya belum ada. Jika pun ada, tidak bakal sampai 5 juta penduduk. Padahal perhitungan investasi baru menguntungkan jika minimal ada 5 juta penduduk dalam 10 tahun," papar dia.

Selain itu, investor dari negara maju memiliki standar Environmental, Social, and Governance (ESG) yang tidak menghendaki pembangunan dengan deforestasi (penebangan hutan) dan dampak sosial yang negatif kepada masyarakat lokal.

"Kami tidak yakin bahwa IKN akan berdampak positif dengan kontribusi antara 1,8 persen sampai 2,2 persen terhadap perekonomian. Hal ini karena ada simulasi Model CGE (Computable General Equilibrium) oleh INDEF, pemindahan IKN berdampak terhadap GDP (gross domestik product) riil nasional sangat kecil dan tidak memberikan dampak apa-apa terhadap ekonomi nasional, yakni bernilai 0.00 persen," bebernya

Selain itu, kata dia, IKN dikhawatirkan tidak dapat diharapkan mendongkrak perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Sebab, masih menggunakan paradigma lama yaitu mendorong pembangunan yang bersifat sentralistik.

Anggaran APBN menjadi banyak tersedot untuk proyek ini. Seperti pada 2024 infrastruktur IKN menghabiskan Rp37,41 triliun atau 23,7 persen dari total pagu Rp157,73 triliun Kementerian PUPR.

"Oleh karena itu, siapa pun kepala OIKN definitif akan berat bisa memenuhi target karena masalah utamanya bukan pada pejabatnya, tapi dasar kebijakan yang sejak awal bermasalah," ungkap dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)