Ilustrasi Kompleks Parlemen Senayan. Foto: MI/Barry Fathahillah
Yakub Pryatama • 12 May 2024 20:45
Jakarta: Draf Resvisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mendapat kritik tajam dari berbagai pegiat jurnalistik dan peneliti media. Kritik tersebut dinilai sebagai sebuah masukan.
“Apa yang dikhawatirkan rekan-rekan ini akan menjadi masukan sehingga kita bisa menyempurnakan UU ini dan bisa melayani dan melindungi masyarakat secara umum,” kata anggota Komisi I DPR Dave Laksono kepada Media Indonesia, Minggu, 12 Mei 2024.
Salah satu contoh ketentuan yang diprotes yaitu Pasal 56 ayat 2 poin c. Ketentuan tersebut melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Ketua DPP Partai Golkar itu menyampaikan tak ada niat dari pemerintah memberangus kebebasan berpendapat dan pers. Hak tersebut harus dijamin.
Menurut dia, informasi harus diberikan secara tepat. Jalannya pemerintah harus berlangsung dengan transparan dan akuntabel.
Dave juga meminta kepada media mainstream untuk mengawal kebijakan pemerintah agar tepat sasaran. Serta, tak multitafsir dalam pemberitaannya.
“Jangan sampai ada penyelewengan sedikitpun apa yang jadi hak pilih bangsa dan rakyat secara keseluruhan,” tandasnya.
Terpisah, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengkritik draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. AJI menyoroti salah satunya soal larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Sekjen AJI Indonesia Bayu Wardhana menegaskan aturan tersebut bentuk pembungkaman pers. Keberadaan klausul itu dipertanyakan.
"Mengapa ada larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi?,” ungkap Bayu, Minggu, 12 Mei 2024.