Dewan Redaksi Media Group Abdul Kohar. Foto: MI/Ebet.
Abdul Kohar • 15 June 2024 06:12
NEGERI ini harus siap menghadapi gejolak perekonomian global yang kian tidak menentu. Menghadapinya pun mesti dengan respons cepat. Tidak boleh, misalnya, demi 'menghibur' rakyat, para pejabat mengatakan 'ekonomi kita masih aman', 'fundamen ekonomi kita kuat', 'semuanya masih terkendali', dan sejenisnya.
Jawaban-jawaban 'menenangkan' seperti itu boleh jadi malah kian tidak bisa membuat tenang. Apalagi fakta menunjukkan bahwa sejumlah indikator ekonomi kita tidak bagus-bagus amat. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, misalnya, terus ambruk. Satu dolar AS bernilai lebih dari Rp16.300 pada perdagangan pekan ini. Daya beli juga kian terombang-ambing kenaikan harga-harga komoditas pokok.
Belum lagi situasi dunia yang terus diwarnai ketidakpastian, khususnya perkara geopolitik yang mengganggu rantai pasok. Juga, situasi di belahan Amerika Selatan yang kian mencekam. Kasus terkini datang dari Argentina di tengah kondisi ekonomi yang kian memburuk dan diikuti dengan unjuk rasa antara masyarakat dan polisi.
Pada tengah pekan ini, terjadi kekacauan di Argentina, khususnya setelah Kongres menyetujui paket reformasi ekonomi yang diajukan Presiden Javier Milei. Presiden yang memimpin Argentina sejak Desember 2023 itu mengakukan paket reformasi ekonomi yang dinilai kontroversial oleh publik di negeri Lionel Messi itu.
Tidak hanya mendeklarasikan keadaan darurat ekonomi selama setahun, Milei juga memiliki kewenangan membubarkan lembaga federal dan memprivatisasi selusin perusahaan publik, termasuk maskapai penerbangan milik negara, Aerolineas Argentina. Secara terperinci, kebijakan lain yang akan dilakukan sebagaimana termaktub dalam paket reformasi Milei ialah mengurangi akses terhadap tunjangan pensiun warga. Padahal, tunjangan itu pun sudah minim.
Politikus dan ekonom berusia 53 tahun itu juga melemahkan perlindungan terhadap tenaga kerja. Jadilah aksi Milei menggemparkan warga di sekujur Argentina. Pada awal menjabat, sebelumnya ia telah memangkas separuh kabinetnya, menghilangkan sekitar 50 ribu lapangan pekerjaan publik, dan menangguhkan kontrak-kontrak pekerjaan umum yang baru. Presiden kelahiran Palermo, Buenos Aires, Argentina, itu juga tega menghapuskan subsidi bahan bakar dan transportasi (BBM) bahkan ketika para pekerja Argentina kehilangan seperlima daya beli mereka.
Kehancuran ekonomi di Argentina itu memang bukan hal baru. Dalam beberapa tahun, defisit fiskal berlangsung berkepanjangan. Inflasi juga sangat kronis. Inflasi rata-rata Argentina pada 1944 hingga 2023 saja tercatat sebesar 190%. Bulan lalu, inflasi Argentina menyentuh 300%.
Baca juga:
Inflasi Argentina Tertinggi dalam 32 Tahun Terakhir, Meroket hingga 211 Persen |