Impor Beras Pemerintah Dinilai Asal-asalan

Ilustrasi beras Bulog. Foto: MI/Susanto

Impor Beras Pemerintah Dinilai Asal-asalan

Media Indonesia • 23 January 2024 20:26

Jakarta: Research Associate Center of Reform on Economics (CORE) dan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa mengkritik keputusan pemerintah yang mengimpor beras dalam jumlah yang besar. Menurutnya keputusan impor beras ini asal-asalan.

"Ini yang kami kritik beberapa minggu terakhir terkait keputusan impor yang serampangan. Saya sampaikan media keputusan impor 2023 yang totalnya 3,3 juta ton, 2024 yang tahunnya saja belum mulai karena diputuskan di Desember itu tiga juta ton," kata Dwi dilansir Media Indonesia, Selasa, 23 Januari 2024.

Awalnya, ujar Dwi pemerintah hanya mengimpor sebanyak dua juta ton untuk 2024, lalu akhirnya ada pernyataan lain sudah ada kontrak dengan Thailand dua juta ton dan dengan India satu juta ton.

"Ini kami sampaikan sebagai keputusan impor yang serampangan, tanpa dasar, tanpa data, tanpa perhitungan," ucap dia.
 

Baca juga: 

Harga Pangan Masih Tinggi, Menteri Diminta Jangan Sibuk Kampanye


Apabila hal tersebut dilakukan, ia menilai petani menjadi pihak yang sangat disakiti atas keputusan impor tersebut.

"Kita lihat saja seperti ini, perkiraan saya itu produksi padi naik sekitar 3-5 persen. Karena apa? PDB sektor pertanian itu terbesar pengusungnya padi, produksi padi," imbuh dia.

Pada 2023 mengapa pemerintah mengimpor sedemikian besar beras sampai 3,3 juta ton, dan yang masuk 2,7 juta ton, serta dari swasta sekitar 300 ribu ton, sehingga, ia menilai impor 2023 ini lebih dari tiga juta ton dan ia menyebut itu adalah impor terbesar sepanjang 25 tahun terakhir.

"Kalau BPS menyatakan impor terbesar sepanjang lima tahun terakhir, data saya menyatakan itu impor terbesar 25 tahun terakhir. Alasan impornya karena apa, berasumsi produksi nasional akan turun tajam karena El Nino, kenyataannya hanya turun 0,65 persen," tuturnya.

Untuk 2024, ujar Dwi, ia melihat ada potensi kenaikan produksi 2024 antara 0,9 juta sampai 1,5 juta ton, akan tetapi di sisi lain pemerintah telah memutuskan impor sebanyak 3 juta ton dan akan berdampak buruk kepada petani-petani Indonesia. 

(Naufal Zuhdi)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Annisa Ayu)