Ilustrasi kilang minyak. Foto: Unsplash.
Texas: Harga minyak dunia tertekan pada pembukaan perdagangan hari ini. Meredanya ketegangan Timur Tengah membuat harga minyak dunia terus menurun.
Melansir Investing.com, Senin, 29 April 2024, harga minyak dunia acuan WTI untuk kontrak Juni 2024 turun 0,61 persen ke level USD83,34 per barel. Kemudian minyak dunia acuan Brent untuk kontrak Juli 2024 turun 0,60 persen ke level USD87,68 per barel.
Minyak dunia semakin melandai setelah ketegangan Timur Tengah mereda dengan aksi AS yang terus memberikan sanksi kepada Iran. Dikutip dari VOA Indonesia, Senin, 29 April 2024, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, John Kirby mengatakan sanksi-sanksi itu akan bersifat kumulatif.
Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) segera memberlakukan sanksi baru terhadap program rudal dan pesawat tak berawak atau drone Iran setelah Teheran menyerang Israel pada akhir pekan lalu. AS juga berharap bahwa sekutu dan mitra mereka akan mengikuti jejak serupa.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan AS bermaksud menjatuhkan sanksi baru kepada Iran untuk mengurangi kapasitas Iran untuk mengekspor minyak. AS berharap aksi ini akan membuat lemah ekonomi Iran sehingga kekuatan drone Iran berkurang untuk melakukan perang.
Iran memproduksi lebih dari tiga juta barel minyak mentah per hari sebagai produsen utama dalam Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak.
Sementara itu menurut sumber pasar yang mengutip angka dari American Petroleum Institute persediaan minyak mentah AS naik sebesar 4,1 juta barel pada minggu lalu sementara stok bensin dan sulingan masing-masing turun sebesar 2,5 juta dan 427.000 barel.
Angka ini diatas bila dibandingkan dengan ekspektasi bahwa persediaan minyak mentah AS meningkat sekitar 1,4 juta barel menurut reuters.
Ekonomi global tahan melemahnya harga minyak dunia
Minyak dunia berhadapan dengan tren bullish perekonomian global yang kemungkinan akan terus berada pada jalur yang kuat saat ini, menurut jajak pendapat antar ekonom yang dilakukan oleh Reuters.
Pertumbuhan PDB global bisa mencapai 2,9 persen tahun ini, menurut 500 responden yang disurvei Reuters. Hal ini berarti bank sentral akan kesulitan untuk mulai menurunkan suku bunganya, yang berarti biaya pinjaman akan tetap tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama.
"Kami terus terkejut dengan ketahanan perekonomian global. Kini, salah satu penyebabnya adalah kami memasuki tahun ini dengan ekspektasi yang lemah, kami mengira akan ada perlambatan tahun ini," kata Kepala Ekonom Global Citi, Nathan Sheets dikutip dari Oilprice.
Akibatnya, dampaknya terhadap permintaan minyak beragam. Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi yang kuat kondusif terhadap permintaan minyak yang lebih kuat. Di sisi lain, suku bunga acuan yang lebih tinggi akan berkontribusi pada peningkatan inflasi, yang cenderung melemahkan pertumbuhan permintaan minyak, menjaga harga Brent dan WTI stabil selama tak adanya eskalasi di Timur Tengah yang dapat mengancam pasokan.
Jika hal ini terjadi, Bank Dunia pekan ini memperingatkan bahwa harga minyak bisa mencapai USD100 per barel, sehingga berkontribusi terhadap inflasi yang terus-menerus.
“Inflasi global masih belum terkalahkan,” kata Kepala Ekonom Bank Dunia Indermit Gill.
Ia kemudian memperingatkan peningkatan suhu dingin di Timur Tengah akan membatalkan upaya bank sentral dalam mengendalikan inflasi yang telah dicapai sejauh ini, dengan menyebabkan guncangan pasokan minyak jika satu atau lebih produsen besar di Timur Tengah ikut terlibat.
“Dunia berada pada momen yang rentan: guncangan energi yang besar dapat menghambat kemajuan dalam penurunan inflasi selama dua tahun terakhir,” kata Gill.