Diskusi soal zona bebas air tanah di Kantor PWNU DKI Jakarta. Dok. Istimewa
Achmad Zulfikar Fazli • 5 August 2023 14:22
Jakarta: Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zonasi Bebas Air Tanah dinilai perlu dirombak total. Sebab, partisipasi masyarakat sangat minim saat penyusunan beleid tersebut.
"Pergub tersebut tidak ada partisipasi masyarakat. Oleh sebab itu, pergub ini harus dicabut dan dikeluarkan pergub baru, sebab penggunaan air di Jakarta ini lebih banyak digunakan sektor komersial," kata Anggota DPRD DKI Jakarta, Syarif, saat menjadi narasumber dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan LPBI NU DKI, di Kantor PWNU Jakarta, dilansir pada Sabtu, 5 Agustus 2023.
Wakil Sekretaris Pengurus Wilayah NU DKI Jakarta itu mengatakan Pergub Nomor 93 Tahun 2021 dicabut sebagai antisipasi ancaman Jakarta tenggelam sebagaimana hasil dari beberapa kajian ilmiah. Pasalnya, ancaman tersebut kian nyata.
"Ancaman Jakarta tenggelam bukan isapan jempol. Berdasarkan penelitian lembaga terpercaya disebutkan akibat eksploitasi air tanah yang masif telah menyumbang peningkatan penurunan muka tanah di Jakarta yang sangat signifikan," tegas politikus Partai Gerindra itu.
Sementara itu, Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana Indonesia (LPBI) NU DKI Jakarta, Laode Kamaludin, menyampaikan Pasal 2 Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1998 tentang Penyelenggaran dan Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah juga perlu ditinjau ulang demi Jakarta nol persen dari pengambilan air tanah.
"Penggunaan air tanah dengan meteran dimanfaatkan oleh pelaku industri, dengan pungutan pajak penggunaan air tanah mencapai miliaran tetapi tidak memikirkan dampak lingkungannya," ujar Laode.
Kamal menegaskan LPBI NU DKI Jakarta akan berkomunikasi ke Pemerintah Provinsi DKI dan Kementerian ESDM, serta lembaga peduli lingkungan dan perubahan iklim di Indonesia untuk menjaga Jakarta dari bahaya tenggelam.
Dalam kesempatan yang sama, Pengurus LPBI NU Arief Rosyid Hasan menyampaikan forum diskusi seperti ini membangunkan kesadaran publik, masalah air sekrusial itu dapat berdampak pada tenggelamnya Jakarta.
“Siapa yang tutup mata pada masalah alam dan lingkungan yang ada di depan mata sama dengan menyiapkan generasi anak cucu kita untuk sengsara," ucap dia.
Dia mengajak seluruh warga Nahdiyin agar ikut mencegah hal buruk itu terjadi. Jika ini dibiarkan terus, kata dia, Jakarta akan benar-benar tenggelam.
"Berdasarkan data Kementerian PUPR di awal tahun ini, penyebab land subsidence atau penurunan muka tanah di Jakarta didominasi ekstraksi berlebih air tanah,” kata dia.
Arief menyampaikan Kementerian PUPR juga membeberkan Jakarta mengalami penurunan muka tanah 12-18 cm per tahun. Pada 2050 beberapa wilayah di pesisir Jakarta diprediksi tenggelam, di antaranya ialah Kamal Muara (di bawah 3 meter), Tanjungan (di bawah 2.10 meter), Pluit (di bawah 4.35 meter), Gunung Sahari (di bawah 2,90 meter), Ancol (di bawah 1.70 meter), Marunda (di bawah 1.30 meter), dan Cilincing (di bawah 1 meter).
“Sebagaimana Ketum PBNU Gus Yahya mengamanahkan LPBI NU sebagai leading sector dalam gagasan besarnya spiritual ekologi,LPBI bertanggung jawab mengoptimalkan peran agama dalam mitigasi bencana dan perubahan iklim, termasuk krisis air sebagai sumber kehidupan. Tugas manusia adalah menjaga keselarasan dan keseimbangan ekosistem secara mutlak, sebab posisi manusia sebagai khalifah fil 'ardl akan dimintai pertanggungjawabanya atas segala tindakannya di dunia maupun akhirat,” ujar Arief.