Ilustrasi e-commerce. Medcom
Achmad Zulfikar Fazli • 25 November 2025 17:34
Jakarta: Di tengah persaingan bisnis digital, pengusaha Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dituntut terus beradaptasi dengan memanfaatkan strategi penjualan. Salah satu perubahan dalam cara penjual (seller) menjalankan bisnis online mulai terlihat, komponen biaya di e-commerce tidak lagi dianggap sebagai beban, melainkan investasi yang bisa meningkatkan penjualan.
Hal itu terungkap dalam hasil riset Katadata Insight Center (KIC) bertajuk 'Biaya Tambahan dan Strategi Penjualan: Membaca Suara Seller E-Commerce'. Direktur Eksekutif Katadata Insight Center Fakhridho Susilo menjelaskan riset ini dilakukan dengan mixed-method pada periode 19 September–9 Oktober 2025.
Diawali dengan survei kuantitatif secara online terhadap 602 seller kategori Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang sudah berjualan minimal 1 tahun, survei dilanjutkan dengan wawancara mendalam (In-Depth Interview/IDI).
"Sejumlah seller mulai memandang biaya administrasi dan komponen biaya lainnya sebagai bagian dari investasi yang berpotensi meningkatkan penjualan dan pertumbuhan bisnis UMKM," kata Fakhridho, dalam keterangannya, Selasa, 25 November 2025.
Temuan survei menyebut memiliki pemahaman tentang struktur biaya yang ada di platform. Dari komponen biaya e-commerce yang paling banyak diketahui para penjual adalah admin fee/komisi (41,5%). Setelah itu, payment fee (34,2%), biaya ongkos kirim subsidi (29,1%), diskon/promo (13,8%), biaya operasional tambahan (9,3%), biaya iklan (7,3%), biaya kampanye/campaign (1,3%), dan lainnya (21,1%).
Survei mengungkap sebagian besar seller memandang komponen biaya ini masuk dalam perhitungan strategi mereka untuk meningkatkan penjualan, dengan skor rata-rata 8,39 (dari skala 1-10). Hal ini menandakan sebagian besar seller mengalokasikan biaya platform dalam rencana strategi bisnis mereka.
Kedua, penjual memandangnya sebagai investasi (skor 8,45) yang berkontribusi pada peningkatan penjualan dan paparan (exposure) produk. Ketiga, seller menilainya dari segi hasil (8,31); dan keempat, sebagai kontribusi (8,56). Hal ini memperkuat temuan mayoritas seller benar-benar merasakan hasil dan kontribusi nyata dari biaya yang mereka keluarkan terhadap performa bisnis.
Dari sisi manfaat, komponen-komponen biaya itu dinilai mayoritas responden (91,2%) sebanding dengan hasil yang didapat. Terutama, dalam hal visibilitas, traffic pembeli, dan dukungan fitur promosi yang ditawarkan.
"Dari biaya yang seller keluarkan untuk berjualan di e-commerce, sebagian besar seller menilai biaya platform e-commerce tersebut sudah sebanding dengan manfaat yang mereka peroleh," ungkap Fakhridho.
Pemilik Toko Diah Shop/Pawon Lita, Diah Ayu Normalitasari, menilai biaya tambahan di
e-commerce sebagai keniscayaan dalam jual beli online sekaligus sebagai bentuk investasi operasional. Bahwa, akses layanan dan fasilitas promosi
e-commerce perlu diimbangi dengan kontribusi biaya dari
seller.
“
Customer juga paham ada biaya
platform dan tetap membeli, jadi masih bisa kami sesuaikan. Kadang kalau ditanya kenapa harga naik, saya jelaskan sekarang banyak program promo dan biaya admin juga, mereka ngerti karena sering belanja online,” ujar dia.
Biaya Promosi
Dari ragam komponen biaya, responden paling banyak mengalokasikan biaya untuk program diskon atau promo (16,7%). Komponen biaya berikutnya yang banyak dikeluarkan
seller ialah biaya operasional tambahan (15,1%), admin fee/komisi (14,5%), biaya iklan (14,2%), biaya kampanye (13,7%), biaya ongkir subsidi (13,2%), dan
payment fee (12,7%).
"Temuan ini menunjukkan bahwa strategi harga dan promosi masih menjadi pendekatan utama seller secara umum dalam menarik pembeli dan meningkatkan volume penjualan," menurut survei.
Soal promosi, alokasi untuk biaya iklan dan kampanye berbayar juga menunjukkan tren proporsi yang cukup besar, terutama pada seller yang mengutamakan berjualan di TikTok Shop (15,4%), Tokopedia (15,2%), dan Shopee (13,8%).
Efektivitas fitur promosi dan iklan hanya sebagian dari banyak alasan pemilihan platform berjualan. Riset KIC menunjukkan Shopee dominan dipilih sebagai kanal penjualan prioritas (57,8%). Para penjual beranggapan Shopee, selain terkait efektivitas fitur iklannya, punya kecocokan dengan target pasar (63,2%) dan kemudahan berinteraksi dengan pembeli (52%).
"TikTok Shop menarik karena konten yang interaktif dan karakter pengguna yang cenderung mudah tertarik dengan promo konten yang menghibur, sementara Shopee dianggap lebih transparan dan responsif dalam hal
customer service," ujar salah satu responden, Toko Hanana Shop.
Pemahaman Komponen Biaya
Menurut riset KIC, secara umum,
seller memiliki tingkat pemahaman yang tinggi terhadap mekanisme perhitungan biaya tambahan
platform atau komisi di
platform e-commerce. Rata-rata tingkat pemahaman seller tercatat di skor 8,38 dari skala 1–10, dengan 92,7% responden berada pada kategori “paham” (skor 6–10) dan hanya 7,3% yang mengaku masih kurang memahami sistem potongan biaya.
Temuan ini menandakan mayoritas
seller sudah memiliki kesadaran dan pengetahuan yang cukup baik mengenai struktur biaya yang berlaku di
platform tempat mereka berjualan.
Mayoritas
seller yang disurvei juga mengakui
platform e-commerce menjadi tempat paling efektif untuk berjualan. Setelah aktif berjualan di
e-commerce,
seller mengalami lonjakan signifikan pada berbagai aspek bisnis. Sebanyak 97,2% penjual melaporkan peningkatan jumlah pembeli, sementara 93,3% mencatat kenaikan jumlah produk terjual, dan 91,7% mengaku omzet meningkat.
Meskipun sebagian besar
seller telah memahami dan menilai biaya
platform sebagai bagian dari strategi bisnis, masih terdapat sebagian yang menghadapi tantangan dalam pengelolaannya. Hasil survei menunjukkan keseluruhan, 31,7%
seller mengaku masih mengalami kesulitan dalam mengatur biaya platform dan kepesertaan program
Campaign atau promo dalam perhitungan strategi bisnis mereka.
Sementara itu, mayoritas
seller (68,3%) menyatakan tidak mengalami kesulitan berarti, menandakan sebagian besar sudah memiliki pemahaman dan sistem pengelolaan biaya yang baik.