Media Indonesia • 6 November 2025 06:57
SEJARAH tercipta di Samarkand, Uzbekistan, pada Selasa (4/11). Untuk pertama kalinya, bahasa Indonesia digunakan secara resmi dalam sidang UNESCO. Pada forum Konferensi Umum Ke-43 UNESCO itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti berkesempatan menyampaikan pidato berbahasa Indonesia. Bahkan ia juga menyelipkan pantun di awal dan di akhir pidatonya.
Bahasa Indonesia sejatinya telah ditetapkan menjadi salah satu bahasa resmi di sidang UNESCO sejak 20 November 2023. Namun, baru digunakan secara resmi dalam sidang tahun ini. Bahasa resmi artinya bahasa yang digunakan untuk komunikasi penerjemah dokumen resmi seperti amendemen, konstitusi, resolusi, dan laporan hasil sidang.
Hal tersebut tentu membanggakan karena menunjukkan pengakuan dunia atas eksistensi bahasa Indonesia. Selanjutnya pengakuan UNESCO itu diharapkan dapat mendorong bahasa Indonesia menjadi bahasa ilmu pengetahuan, diplomasi, dan kebudayaan internasional yang lebih luas sehingga memperkuat posisi tawar Indonesia di kancah global.
Sejatinya, bahasa Indonesia memang sudah mendunia. Bahasa Indonesia sudah digunakan di 57 negara, termasuk di Uzbekistan, tempat ditorehkannya sejarah saat bahasa Indonesia digunakan untuk pertama kali dalam pidato resmi sidang UNESCO.
Di negeri bekas bagian dari Uni Soviet ini, ada tiga universitas yang mengajarkan bahasa Indonesia, yaitu Uzbek State University of World Languages, Tashkent State University, dan University of Zip Road. Begitu pula di Prancis, pelaksanaan program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) telah berlangsung lima tahun terakhir. Setiap semesternya ada 120-150 mahasiswa. Belum lagi di negara-negara Asia lainnya, Australia, dan Afrika.
Tentu kita harus memanfaatkan sebaik mungkin momentum pengakuan bahasa Indonesia secara internasional ini. Jangan sampai justru dimanfaatkan pihak asing. Misalnya, dengan semakin meluas penggunaannya, tentu akan menambah peminat pelajaran bahasa Indonesia di dunia. Hal itu membuka peluang pekerjaan bagi para pengajar BIPA.
Karena itu, agar peluang tersebut tidak dimanfaatkan oleh lebih banyak orang asing, hendaknya sumber daya pengajar BIPA terus ditingkatkan, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Itu penting lantaran saat ini sudah banyak orang asing yang menguasai bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Pada perspektif lain, pengakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi UNESCO juga mesti dipandang sebagai pencapaian diplomatik sekaligus wujud nyata memajukan kebudayaan Indonesia di panggung global. Tak bisa disangkal bahwa bahasa merupakan instrumen politik dan identitas bangsa. Karena itu, pengakuan UNESCO juga bisa dimaknai sebagai penegas kedaulatan bangsa.
Dalam kaitan tersebut, wajar bila banyak kalangan yang merekomendasikan agar penguasaan bahasa Indonesia juga mesti menjadi salah satu syarat wajib bagi tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di Indonesia. Selain terkait dengan isu identitas dan kedaulatan bangsa, kewajiban TKA menguasai bahasa Indonesia itu akan mempermudah transfer ilmu pengetahuan ke pekerja Indonesia.
Pengakuan UNESCO sekaligus internasionalisasi bahasa Indonesia memang membanggakan. Akan tetapi, euforia itu tak boleh berlarut sehingga kita melupakan upaya untuk melestarikan bahasa Indonesia. Pengakuan ini semestinya justru menjadi pelecut bagi generasi muda untuk lebih menguatkan pelestarian bahasa Indonesia.
Ilustrasi Media Indonesia
Memang bukan hal yang salah bila generasi muda saat ini banyak yang tertarik dan fasih berbahasa asing, terutama Inggris. Bagaimanapun bahasa asing diperlukan untuk berkiprah di dunia internasional. Namun, seiring diakuinya bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, penggunaan bahasa nasional, juga bahasa daerah, mesti diperkuat. Itu adalah bagian dari upaya melestarikan budaya sekaligus menjaga kedaulatan bangsa.