Aktivis di kapal Madleen yang siap memasuki Gaza. Foto: Anadolu
Gaza: Aktivis asal Turki, Huseyin Suayb, yang berada di atas kapal ‘Madleen’ dalam misi bantuan ke Gaza, sempat menyampaikan harapan mereka untuk memasuki wilayah tersebut masih kuat. Meskipun kapal itu saat ini dicegat paksa oleh pasukan Israel.
“Kami masih menuju Gaza. Jaraknya tinggal sedikit. Ini jam-jam kritis. Insyaallah, kami akan berada di Gaza besok jika tidak ada yang menghalangi,” ujar Suayb dalam wawancara virtual via Zoom bersama kantor berita Anadolu.
Kapal sepanjang 18 meter tersebut meninggalkan Pelabuhan San Giovanni Li Cuti di Catania, Italia, pada 1 Juni, dan kini hanya berjarak sekitar 310 kilometer dari Gaza.
Mengutip dari
Anadolu, Senin 9 Juni 2025, misi kapal yang tergabung dalam Freedom Flotilla Coalition ini bertujuan menembus blokade Israel dan menyampaikan bantuan kemanusiaan ke wilayah yang telah terkepung selama berbulan-bulan di tengah serangan militer intensif.
Misi simbolik tapi penuh risiko
Menurut Suayb, meski bantuan yang dibawa bersifat simbolik karena keterbatasan kapasitas kapal, misi utamanya adalah menantang blokade yang telah menghalangi masuknya truk-truk bantuan kemanusiaan.
“Bantuan kami memang terbatas, tetapi tujuan sebenarnya adalah memaksa dibukanya jalur bantuan yang sudah terlalu lama terblokade. Gaza terbakar, kelaparan, dan terus dibombardir. Ini harus dihentikan,” ungkap Suayb.
Ia juga menyatakan bahwa tidak ada satu pun kru kapal yang membawa senjata atau memiliki keahlian bertempur. “Kami benar-benar aktivis damai. Tak satu pun dari kami tahu cara bertarung. Bahkan gerakan defensif pun kami latih untuk dihindari,” tegas Suayb.
Suayb mengaku pihaknya telah berlatih di atas kapal untuk tidak memberikan reaksi apapun jika diserang. “Bahkan jika mereka memukul kami, kami tidak akan membalas dengan tatapan, gerakan, apalagi kata-kata. Kami ingin memastikan tidak ada alasan bagi mereka untuk menyerang kami,” kata Suayb.
Pemerintah Israel sebelumnya memperingatkan bahwa mereka akan menahan dan mendeportasi siapa pun yang ikut serta dalam flotilla ini. Menanggapi hal itu, Suayb mengatakan, “Kami tidak memulai perjalanan ini untuk dideportasi. Mereka bisa menyerang, tapi ini murni manipulasi. Kami bukan teroris.”
Ia menyayangkan stigma yang kerap dilabelkan terhadap aktivis damai seperti dirinya. “Bahkan refleks membela diri saja langsung dicap sebagai terorisme,” tambah Suayb.
Kondisi di atas kapal terbatas
Dalam sesi wawancara, Suayb juga menunjukkan kondisi di atas kapal. Kapasitas air bersih telah menipis dan seluruh kru berjumlah 12 orang kini mencuci pakaian dan alat makan menggunakan air laut. “Kami hemat air. Tangki hanya cukup untuk enam hari. Sekarang hanya tersisa 20%,” jelas Suayb.
Untuk makanan, kapal masih memiliki persediaan yang cukup. “Kami punya cukup bahan makanan, tapi tentu saja tidak tahu berapa lama kami akan berada di laut,” kata Suayb.
Menutup wawancaranya, Suayb menyampaikan pesan emosional untuk warga
Palestina di Gaza.
“Kami melakukan semua yang kami bisa. Saya berharap kami bisa masuk, tetapi mungkin akan dihentikan. Saya sangat menyesal, tapi bukan soal apakah kami berhasil masuk yang penting adalah upaya menghentikan blokade ini dan genosida yang sedang terjadi,” ujar Suayb.
Ia juga menyerukan kesadaran global. “Ketidakadilan hari ini bisa terjadi di tanah kita esok hari. Diam sekarang berarti membiarkan dunia diam saat kita jadi korban kelak,” tandas Suayb.
(Muhammad Reyhansyah)