Presiden AS Donald Trump. Foto: The New York Times
Washington: Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan menghancurkan ekonomi Rusia jika Presiden Vladimir Putin menolak usulan gencatan senjata selama 30 hari di Ukraina.
Trump menegaskan bahwa konsekuensi bagi Moskow akan sangat serius jika menolak kesepakatan tersebut. Meski demikian, ia optimistis ancaman tersebut tidak perlu diwujudkan.
"Tentu saja kami bisa memberikan tekanan. Namun, saya berharap itu tidak akan menjadi keharusan," kata Trump di Gedung Oval, seperti dilansir New Zealand Herald, Kamis 13 Maret 2025.
Ia juga mengisyaratkan bahwa kesulitan dalam mencapai kesepakatan tidak hanya berasal dari Rusia. "Seperti yang saya katakan sebelumnya, Ukraina mungkin menjadi pihak yang lebih sulit," tambah Trump.
Tekanan ekonomi sebagai alat diplomasi
Trump sebelumnya telah memperingatkan Rusia dengan ancaman sanksi ekonomi besar-besaran atas serangan jarak jauh yang menghancurkan kota-kota di Ukraina.
"Ada langkah-langkah ekonomi yang bisa kami ambil, dan itu tidak akan menyenangkan bagi Rusia. Saya bisa melakukan sesuatu secara finansial yang akan sangat buruk bagi Rusia, bahkan bisa menghancurkan ekonomi mereka," tegas Trump.
Namun, Trump menegaskan bahwa tujuannya bukan untuk menghukum Moskow, melainkan mendorong perdamaian di kawasan tersebut.
"Saya tidak ingin melakukan itu karena yang saya inginkan adalah perdamaian," lanjut Trump.
Usulan gencatan senjata tersebut dirumuskan dalam pertemuan selama delapan jam di Jeddah, Arab Saudi, antara pejabat Ukraina dan Amerika Serikat pada Selasa. Pemerintah AS juga telah membahas proposal ini dengan pihak Rusia melalui komunikasi telepon, dan utusan khusus AS, Steve Witkoff, dijadwalkan bertolak ke Moskow pekan ini untuk membicarakan detail lebih lanjut.
Tekanan Internasional terhadap Rusia
Di sisi lain, Menteri Pertahanan Inggris, John Healey, turut mendesak Putin untuk menerima kesepakatan gencatan senjata.
"Ini adalah hari-hari yang menentukan bagi perdamaian di Ukraina. Ukraina menginginkan perdamaian, kita semua menginginkan perdamaian," ujar Healey dalam forum pertahanan di Paris.
Ia menyerukan kepada Putin untuk membuktikan keseriusannya dalam merundingkan perdamaian.
"Jika Anda benar-benar ingin berbicara, buktikan. Terima gencatan senjata, mulai negosiasi, dan akhiri perang ini. Jangan salah paham, tekanan kini berada di pundak Putin," tegasnya.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan Rusia menunggu langkah lebih lanjut dari Washington dan mengindikasikan kemungkinan adanya percakapan langsung antara Trump dan Putin dalam waktu dekat.
Sebagai respons atas dukungan Ukraina terhadap gencatan senjata, AS langsung melanjutkan kembali pengiriman senjata dan berbagi intelijen dengan Kyiv. Menteri Luar Negeri Polandia, Radek Sikorski, mengonfirmasi bahwa bantuan AS melalui Polandia telah kembali ke tingkat sebelumnya, termasuk pengaktifan kembali layanan internet satelit Starlink milik Elon Musk yang sebagian dibiayai oleh pemerintah Polandia.
Proses Damai dan Kedaulatan Ukraina
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan bahwa negaranya tidak akan mengakui wilayah yang diduduki Rusia dalam kesepakatan apa pun.
"Kami berjuang demi kemerdekaan kami. Oleh karena itu, kami tidak akan mengakui wilayah yang diduduki sebagai milik Rusia dan itu adalah fakta," tegas Zelensky di Kyiv.
Ia menambahkan bahwa pengorbanan rakyat Ukraina, termasuk para prajurit yang gugur, tidak akan dilupakan begitu saja.
"Ini adalah garis merah yang paling penting. Kami tidak akan membiarkan siapa pun melupakan kejahatan terhadap Ukraina ini," ujarnya.
Meskipun menyetujui proposal gencatan senjata dari AS, Zelensky tetap skeptis terhadap komitmen Rusia.
"Saya telah menegaskan ini berkali-kali, tidak ada di antara kami yang mempercayai Rusia," katanya.
Pejabat Ukraina sebelumnya menyatakan bahwa proposal gencatan senjata bertujuan untuk menguji keseriusan Putin dalam menyetujui perdamaian. Jika Moskow menolak, Inggris telah menyatakan kesiapannya untuk mendukung langkah-langkah ekonomi lebih lanjut yang diambil AS terhadap Rusia.
Seorang pejabat senior pertahanan Inggris menyatakan bahwa negaranya akan sepenuhnya mendukung Trump dalam setiap upaya membawa Putin ke meja perundingan.
"Jika Trump memilih menggunakan tekanan ekonomi, kami akan mendukungnya," ujarnya.
Koalisi Eropa dan stabilitas jangka panjang
Diskusi mengenai masa depan Ukraina juga melibatkan perwakilan Jerman, Prancis, Italia, dan Polandia dalam pertemuan yang dihadiri Kepala Staf Pertahanan Inggris, Laksamana Sir Tony Radakin. Fokus utama pertemuan ini adalah memastikan perdamaian yang berkelanjutan di Ukraina.
Sumber militer senior Inggris menekankan pentingnya membangun kekuatan penjamin di Ukraina untuk mencegah Rusia mempersenjatai ulang dan melakukan invasi kembali.
"Ini bukan sekadar pasukan simbolis, melainkan kekuatan yang memberikan keyakinan pada Ukraina untuk membangun kembali perekonomian mereka dan memulihkan wilayah yang hilang," jelasnya.
Menteri Pertahanan Polandia, Wladyslaw Kosiniak-Kamysz, menyatakan bahwa solidaritas negara-negara Eropa mencerminkan kebangkitan kekuatan kolektif di tengah ancaman terhadap peradaban Barat.
"Peradaban kita sedang terancam, tetapi saya yakin kita akan berhasil menghadapi tantangan ini," tegasnya.
Menteri Pertahanan Prancis, Sebastien Lecornu, mengisyaratkan bahwa kesepakatan damai bisa tercapai segera setelah Witkoff bertemu dengan Putin di Moskow. Ia juga menyebutkan bahwa 15 negara kini menunjukkan minat untuk bergabung dalam "koalisi sukarela" guna mendukung Ukraina.
Lecornu menekankan pentingnya keamanan di Laut Hitam dan perlindungan fasilitas nuklir Ukraina sebagai syarat utama bagi perdamaian yang berarti. Ia juga memperingatkan ketergantungan Eropa pada sistem Starlink milik Musk, dan mendorong negara-negara mitra untuk mempercepat inovasi di sektor dirgantara.
Saat ini, sekitar 20 persen wilayah Ukraina berada di bawah kendali Rusia, dengan gencatan senjata berpotensi membekukan garis depan yang ada.
Sementara itu, Inggris mencabut akreditasi seorang diplomat Rusia sebagai respons atas keputusan Moskow mengusir dua diplomat Inggris pekan ini.
"Jelas bahwa Rusia secara aktif berusaha menekan Kedutaan Besar Inggris di Moskow hingga penutupan, tanpa memperdulikan dampak eskalasi yang berbahaya," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Inggris.
(Muhammad Reyhansyah)