Ilustrasi. Foto: Dokumen Kementerian Keuangan
Annisa ayu artanti • 26 September 2023 14:57
Jakarta: Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada akhir tahun diprediksi naik menjadi 5,1 persen.
Berdasarkan hasil riset Oxford Economics yang baru-baru ini digagas oleh Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW), Selasa, 26 September 2023, perlambatan pada pertumbuhan akan semakin terlihat pada kuartal ketiga meskipun pertumbuhan PDB pada kuartal sebelumnya cukup baik.
Pertumbuhan di ASEAN termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam diperkirakan akan mencapai 3,6 persen pada paruh kedua 2023, turun dari 4,2 persen pada paruh pertama dan 5,7 persen pada 2022.
Sedangkan Indonesia diprediksi akan tumbuh 5,1 persen di tahun ini, konsisten dengan tren historis pertumbuhan sebelumnya.
Baca juga: ADB Pangkas Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang di Asia Pasifik Jadi 4,7%
Ketahanan konsumen Indonesia cenderung akan melemah
ICAEW mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kenaikan menjadi 5,2 persen year on year (yoy) di kuartal II dari lima persen di kuartal I. Jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, PDB tumbuh 1,5 persen kuartal on kuartal (qoq), sama dengan kuartal I. Menurutnya realisasi pertumbuhan ekonomi itu semakin memperlihatkan perbedaan antara permintaan domestik yang kuat dan permintaan eksternal yang melemah.
Indonesia saat ini memiliki salah satu suku bunga riil tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Pengetatan moneter yang masih berlanjut diharapkan akan memberikan tekanan lebih lanjut dalam beberapa kuartal mendatang.
"Dampaknya tidak hanya akan terasa pada investasi, terutama di sektor konstruksi, tetapi juga pada pinjaman rumah tangga, yang dapat berdampak pada konsumsi swasta. Ini adalah tantangan utama yang perlu diatasi untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil," tulis riset tersebut.
Dalam riset juga menjabarkan soal perlambatan ekonomi global yang diperkirakan terjadi pada semester kedua 2023 dan awal 2024 dapat berdampak pada penurunan permintaan terhadap barang-barang Indonesia.
Tiongkok, sebagai salah satu tujuan utama ekspor Indonesia menghadapi perlambatan pertumbuhan, yang dapat menjadi penghalang tambahan. Namun, sektor jasa, terutama pariwisata, diharapkan dapat membantu menopang total ekspor.
Meskipun terdapat peningkatan inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen) 3,3 persen yoy di Agustus, yang sebelumnya di Juli sebesar 3,1 persen, akan tetapi angka ini masih berada dalam rentang target bank sentral.
Ini memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk mempertimbangkan pemangkasan suku bunga acuan, yang dapat membantu mendukung pertumbuhan ekonomi.
"Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, pemerintah dan pelaku ekonomi di Indonesia harus tetap waspada dan responsif terhadap perubahan dalam dinamika global," kata dia.