Panji Gumilang Pertimbangkan Tempuh Praperadilan

Pemimpin Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang/Metro TV

Panji Gumilang Pertimbangkan Tempuh Praperadilan

Siti Yona Hukmana • 2 August 2023 16:01

Jakarta: Panji Gumilang mempertimbangkan menempuh praperadilan terkait penetapan tersangka terhadap dirinya. Pemimpin Pondok Pesantren Al Zaytun itu ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama.

"Segala upaya hukum yang diatur menurut hukum akan kita lakukan. Ya kalau itu (praperadilan) memang kita perlukan, nanti akan kita tempuh," kata kuasa hukum Panji, Hendra Effendi di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 2 Agustus 2023.

Dia menyampaikan upaya hukum tersebut sudah didiskusikan. Namun, belum diputuskan kapan pengajuan praperadilan dilakukan.

"Kami sudah diskusikan tentang segala hal yang terjadi kemarin dan hari ini," ujar dia.

Panji Gumilang ditetapkan tersangka setelah menjalani pemeriksaan dari pukul 15.00-19.30 WIB, Selasa, 1 Agustus 2023. Polisi mengantongi tiga barang bukti dan satu surat berupa Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai penguat dalam penetapan tersangka.

Panji menjalani pemeriksaan sebagai tersangka mulai pukul 21.15 WIB, Selasa, 1 Agustus 2023 hingga Rabu siang, 2 Agustus 2023. Panji pun telah ditahan selama 20 hari pertama di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.

"Setelah dilakukan pemeriksaan, penyidik melakukan upaya hukum berupa penahanan sejak jam 02.00 WIB tanggal 2 Agustus 2023 dan dilakukan penahanan di Rutan Bareskrim selama 20 hari sampai tanggal 21 Agustus 2023," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan dalam konferensi pers daring, Rabu, 2 Agustus 2023.

Panji dijerat tiga pasal. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama, dengan ancaman lima tahun penjara. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Indang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)