Waspada Investor! Gerak IHSG Dibayangi Konflik Geopolitik Iran-Israel

Ilustrasi. Foto: Dok MI

Waspada Investor! Gerak IHSG Dibayangi Konflik Geopolitik Iran-Israel

M Ilham Ramadhan Avisena • 23 June 2025 12:17

Jakarta: Situasi geopolitik antara Iran dan Israel dinilai masih akan mempengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan ini. Hal itu diungkapkan oleh Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas David Kurniawan.

"Geopolitik antara Israel-Iran masih krusial. Jika konflik mereda, minyak turun dan saham konsumen terangkat. Sebaliknya, jika eskalasi meningkat, pasar energi naik dan sektor pertahanan mendapat keuntungan," ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin, 23 Juni 2025.

Adapun pada pekan lalu IHSG ditutup melemah 3,61 persen dalam sepekan di level 6.907 dibandingkan pekan sebelumnya pada penutupan perdagangan, Jumat, 20 Juni 2025. Di masa penurunan IHSG ini investor asing melakukan penjualan (outflow) mencapai Rp4,6 triliun di pasar reguler.

Di sisi lain, secara teknikal IHSG saat ini sudah menembus area psikologis 7.000 yang menandakan kecemasan pelaku pasar.

"Ada pattern double top pada time frame daily IHSG dan hal ini di konfirmasi pada perdagangan jumat lalu bahwa area neckline dari double top sudah tertembus dan cenderung mengarah bearish," tutur David.
 

Baca juga: 

Rekomendasi Saham saat IHSG Merosot, Biar Tetap Cuan



(Ilustrasi. Foto: Dok Metrotvnews.com)

Sentimen global dan domestik pengaruhi IHSG

Ia berpendapat pelemahan IHSG dipengaruhi sentimen global dan domestik. Dari global ada political will US yang membuat investor global sedikit lega setelah Presiden AS menunda aksi militer di Timur Tengah dalam dua minggu untuk memberi ruang diplomasi.

Kendati demikian, volatilitas masih tinggi karena ketidakpastian geopolitik dan harga minyak yang fluktuatif di sekitar USD75 hingga USD78 per barel.

Selanjutnya terkait suku bunga The Fed yang dipertahankan di 4,25 hingga 4,50 persen, pelaku pasar melihat kebijakan ini lebih mengarah hawkish karena inflasi masih tinggi, sedangkan Swiss dan Norwegia justru memotong suku bunga sebagai respons terhadap tekanan mata uang dan ekonomi lokal.

Sementara itu dari domestik, suku bunga Bank Indonesia yang ditahan di leveli 5,50 persen. Keputusan ini diambil untuk menjaga stabilitas rupiah, khususnya menyusul penguatan dolar dan tekanan eksternal dari kebijakan suku bunga AS.

Selanjutnya terkait potensi energi terbarukan, Indonesia menargetkan 23 persen bauran energi terbarukan pada 2025, sebuah langkah signifikan menuju transisi energi bersih.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)