Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra. Foto: The Bangkok Post
Bangkok: Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra dijadwalkan bertemu dengan Letnan Jenderal Boonsin Padklang pada Jumat 20 Juni 2025 dalam upaya meredam krisis politik yang tengah mengguncang pemerintahannya.
Pertemuan ini menyusul kebocoran percakapan telepon antara dirinya dengan mantan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, yang menyebut Boonsin sebagai "lawan".
Mengutip dari The Star, Jumat 20 Juni 2025, Paetongtarn, yang baru menjabat kurang dari satu tahun, telah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka pada Kamis 19 Juni 2025, setelah kebocoran rekaman tersebut memicu kemarahan publik dan ketegangan diplomatik dengan Kamboja. Pemerintah Thailand bahkan telah melayangkan protes resmi ke Phnom Penh atas insiden tersebut.
Krisis ini semakin dalam ketika Partai Bhumjaithai, mitra utama dalam koalisi yang berhaluan konservatif, menarik dukungan pada Rabu 18 Juni 2025. Partai itu menilai Paetongtarn telah menghina militer dan merusak martabat negara. Dengan keluarnya Bhumjaithai, koalisi yang dipimpin oleh Partai Pheu Thai kini hanya memegang mayoritas tipis di parlemen.
Jika satu lagi partai besar menarik dukungan, pemerintahan Paetongtarn bisa tumbang dan Thailand berpotensi kembali dilanda ketidakstabilan politik, di tengah tekanan ekonomi dan ancaman tarif perdagangan dari Presiden AS Donald Trump.
Namun, di tengah tekanan tersebut, terdapat sedikit kabar baik. Partai Demokrat, salah satu pilar konservatif dalam koalisi menyatakan akan tetap bertahan.
“Partai Demokrat akan tetap berada dalam pemerintahan demi membantu menyelesaikan tantangan yang dihadapi negara saat ini,” ujar partai itu dalam pernyataan resmi.
Dukungan serupa juga disampaikan oleh partai Chartthaipattana dan United Thai Nation (UTN) usai pertemuan darurat.
Tekanan politik meningkat
Dalam rekaman pembicaraan dengan Hun Sen yang bocor ke publik, Paetongtarn dinilai terlalu lemah dan mengalah, khususnya saat membahas sengketa perbatasan. Namun, pernyataannya tentang Boonsin Padklang sebagai “lawan” dinilai paling merusak, mengingat militer Thailand memiliki peran sangat dominan dalam politik nasional.
Pada Kamis, Paetongtarn tampil di depan publik didampingi para pejabat tinggi militer dan kepolisian, sebagai upaya menunjukkan persatuan. Meski demikian, sejumlah protes kecil mulai muncul di jalanan, dan berbagai pihak menyerukan agar ia mundur atau mengumumkan pemilu dini.
Koalisi yang dipimpinnya saat ini juga dianggap tidak solid, mengingat latar belakang berseberangan antara Partai Pheu Thai dengan partai-partai konservatif pro-militer yang selama dua dekade terakhir berseberangan tajam dengan ayahnya, Thaksin Shinawatra.
Thaksin, yang kini berusia 75 tahun, merupakan figur populis yang masih mendapat dukungan kuat dari masyarakat pedesaan, tetapi dibenci oleh kalangan elite karena dianggap korup dan otoriter. Ia digulingkan lewat kudeta militer pada 2006, dan sejak itu politik Thailand terus diliputi ketegangan antara kelompok pendukung dan penentangnya.
Dengan mayoritas yang sangat rapuh dan tekanan internal koalisi yang tinggi, masa depan pemerintahan Paetongtarn kini berada di ujung tanduk.
(Muhammad Reyhansyah)