Ilustrasi. Foto: Adminpajak.com
Husen Miftahudin • 2 October 2025 21:41
Jakarta: Industri rokok sedikit lega dengan keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang akhirnya tidak menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2026. Keputusan itu bertujuan untuk mendapatkan penghidupan jutaan pekerja yang bergantung pada sektor industri hasil tembakau (IHT) nasional.
Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan menilai keputusan tersebut sebagai bukti negara hadir untuk melindungi warga negaranya yang mempertaruhkan haknya untuk bekerja. Sayangnya industri ini punya persoalan lain, yakni terkait dengan sejumlah regulasi yang menyangkut tentang kesehatan.
"Berbagai tekanan regulasi terhadap industri kretek nasional dirasa memberatkan bagi multi-sektor yang terkait. Maka itu, GAPPRI meminta pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan, mengingat kondisi sosio-ekonomi Indonesia yang memiliki karakteristik berbeda dari negara lain," ucap Henry dikutip dari keterangan tertulis, Kamis, 2 Oktober 2025.
Salah satunya, sebut Henry, yakni polemik Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) tentang Kesehatan. Khususnya pada Bagian XXI Pengamanan Zat Adiktif yang termuat dalam Pasal 429-463 yang dinilai berpotensi mengancam kedaulatan ekonomi Indonesia.
"Kami meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan agar tidak memaksakan diimplementasikannya PP 28/2024 di saat situasi geopolitik dan geoekonomi global berdampak pada situasi di tanah air saat ini," sebut dia.
Dalam catatan GAPPRI, PP 28/2024 dinilai cacat hukum. Pasalnya, proses penyusunannya tidak transparan dan minim pelibatan pelaku industri hasil tembakau (IHT).
"Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam produk hukum yang dihasilkan dan berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi industri dan perekonomian nasional yang tidak sedang baik-baik saja," jelas dia.
Baca juga: Kebijakan Cukai Rokok di 2026 Disambut Positif |