Warga di Gaza dilanda kelaparan akibat serangan Israel. Foto: Anadolu
Warga Gaza Hadapi Musim Dingin Tanpa Cukup Makanan dan Tenda
Muhammad Reyhansyah • 5 November 2025 18:05
Gaza: Hampir empat minggu setelah gencatan senjata diberlakukan, bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza masih jauh dari cukup, kata sejumlah lembaga kemanusiaan pada Selasa, 4 November 2025.
Kelaparan terus berlanjut di tengah datangnya musim dingin. Sementara tenda-tenda lama mulai rusak setelah dua tahun serangan militer Israel yang menghancurkan wilayah tersebut.
Gencatan senjata seharusnya membuka arus bantuan besar-besaran ke wilayah padat penduduk itu, tempat kelaparan telah dikonfirmasi sejak Agustus dan hampir seluruh dari 2,3 juta warga kehilangan tempat tinggal akibat pengeboman Israel.
Namun, menurut World Food Programme (WFP), hanya sekitar setengah dari kebutuhan pangan yang berhasil dikirim. Sementara kelompok payung lembaga-lembaga Palestina memperkirakan volume bantuan yang masuk hanya mencapai seperempat hingga sepertiga dari jumlah yang diharapkan.
DIlansir dari Channel News Asia, Rabu, 5 November 2025, Israel menyatakan telah memenuhi kewajiban berdasarkan perjanjian gencatan senjata yang mensyaratkan rata-rata 600 truk bantuan masuk ke Gaza setiap hari. Pemerintah Israel menuding kelompok Hamas mencuri bantuan sebelum didistribusikan, tuduhan yang dibantah oleh Hamas.
Otoritas lokal di Gaza mengatakan sebagian besar truk bantuan tidak mencapai tujuan akibat pembatasan Israel, dan hanya sekitar 145 truk per hari yang berhasil menyalurkan pasokan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang sebelumnya merilis data harian tentang jumlah truk bantuan, kini tidak lagi mempublikasikan data tersebut secara rutin.
Kondisi Makin Buruk Menjelang Musim Dingin
“Keadaannya sangat parah. Tidak ada tenda yang layak, tidak ada air bersih, tidak ada makanan yang cukup, bahkan uang pun tidak ada,” kata Manal Salem, 52 tahun, warga Khan Younis di Gaza Selatan yang tinggal di tenda usang dan khawatir tidak akan mampu bertahan menghadapi musim dingin.Badan kemanusiaan PBB, OCHA, menyebut arus bantuan sejak pertengahan Oktober membawa sedikit perbaikan. Menurut laporan terbarunya, satu dari sepuluh anak yang diperiksa masih menderita malnutrisi akut, turun dari 14 persen pada September dengan lebih dari 1.000 kasus tergolong parah.
Separuh keluarga di Gaza dilaporkan memiliki akses makanan lebih baik, terutama di wilayah selatan, dengan rata-rata dua kali makan per hari, meningkat dari satu kali pada Juli. Namun, kesenjangan antara wilayah selatan dan utara tetap tajam.
Juru bicara senior WFP, Abeer Etefa, menyebut situasi di Gaza sebagai “perlombaan melawan waktu.” Ia menegaskan, “Kami membutuhkan akses penuh dan kecepatan distribusi. Musim dingin segera tiba, warga masih kelaparan, dan kebutuhannya luar biasa besar.”
Sejak gencatan senjata diberlakukan, WFP telah mengirim sekitar 20.000 metrik ton bantuan pangan, hanya separuh dari yang dibutuhkan serta membuka 44 dari 145 titik distribusi yang ditargetkan.
“Sebagian besar rumah tangga hanya mengonsumsi sereal, kacang-kacangan, dan bahan makanan kering. Daging, telur, sayuran, dan buah jarang sekali dikonsumsi,” ujar Etefa.
Kekurangan bahan bakar, termasuk gas untuk memasak, juga memperparah krisis. Lebih dari 60 persen warga Gaza kini memasak dengan membakar limbah, menurut OCHA, yang memperingatkan risiko kesehatan serius.
Amjad al-Shawa, kepala kelompok lembaga kemanusiaan Palestina yang berkoordinasi dengan PBB, mengatakan hanya 25–30 persen dari bantuan yang dijanjikan telah masuk ke Gaza. “Kondisi hidup di sini tidak dapat dibayangkan,” kata Al-Shawa.
Shaina Low, juru bicara Norwegian Refugee Council (NRC), menambahkan bahwa sekitar 1,5 juta orang membutuhkan tempat tinggal layak. Namun, sebagian besar tenda, terpal, dan bantuan logistik lainnya masih tertahan menunggu izin Israel untuk masuk.