Perundingan PBB soal Plastik Global Masih Buntu, Produksi Jadi Titik Konflik

Sampah plastik masih menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian lebih dari komunitas global. (UN News)

Perundingan PBB soal Plastik Global Masih Buntu, Produksi Jadi Titik Konflik

Willy Haryono • 5 August 2025 20:21

Jenewa: Perundingan kelima yang diharapkan memberi jawaban kepada krisis global terkait polusi plastik belum juga mencapai final. Perundingan yang diikuti oleh negosiator lebih dari 175 negara ini kembali digelar di gedung Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di Jenewa, Swiss pada Selasa, 5 Agustus 2025.

Mengutip dari UN News, Perundingan Komite Negosiasi Antarpemerintah Ke-5 atau INC-5 yang diagendakan berlangsung lebih dari seminggu ini diharapkan memberi keputusan akhir terhadap komitmen negara-negara dunia terhadap polusi global sampah plastik.

Pertemuan ini diharapkan bisa menyelesaikan salah satu masalah vital yang melandasi kegagalan sebelumnya yang terbelah pada masalah produksi plastik.

"Pertemuan-pertemuan sebelumnya telah berperan penting mengantar kita kepada hari ini dalam diskusi yang sangat intens yang pernah saya lihat," kata Inger Andersen, Executive Director dari United Nations Environment Programme (UNEP) membuka INC 5.2 di Jenewa, Swiss.

Dia menekankan bahwa setiap negara perlu bekerjasama untuk mencapai kesepakatan ini karena bagaimanapun perlu kerja keras dari semua pihak untuk mencapai konsensus. Inger berharap dengan membawa diskusi ini ke tempat di mana negara-negara bersatu, maka sebuah keputusan besar bisa disepakati.

"Dunia mau kita sukses. Dunia mau dan butuh kita membereskan masalah krisis polusi plastik. Di luar, orang-orang marah karena adanya plastik di kehidupan mereka," katanya lagi.

"Jika kita terus berjalan dengan kondisi begini, maka kita akan melihat polusi plastik berkembang lebih pesat lagi, dengan dampak signifikan bagi lingkungan, ekonomi, dan kesehatan kita."

Inger juga mengingatkan bahwa keputusan berada di tangan perwakilan lebih dari 90 persen negara dunia yang direncanakan hadir di Jenewa pada konferensi ini. Namun, hal itu tidak akan bergantung pada negara tertentu saja.

"Saya meminta Anda untuk melangkah jauh dan mulai menyusun teks yang ada menjadi perjanjian final. Sebuah teks yang merangkum berbagai titik temu, yang menjadi fondasi kekuatan nyata, namun juga mencakup ruang untuk pengembangan di masa depan, dan yang mengarahkan dunia pada jalur untuk mengakhiri polusi plastik selamanya," tutup Inger dalam keterangan pembukanya.

Partisipasi Indonesia

Perundingan plastik ini diperkirakan masih akan berlangsung alot, sebagaimana terjadi sebelumnya di Busan, Korea Selatan. Pertemuan global selama 3 tahun belakangan tentang plastik justru kian memperuncing perbedaan pendapat terkait penanganan krisis polusi global plastik.

Negara-negara penghasil minyak dan gas, seperti Arab Saudi misalnya, menolak untuk fokus pada mengurangi produksi plastik dan bahan kimia berbahaya pada plastik. Sedangkan lebih dari 100 negara yang tergabung dalam High Ambition Coalition to End Plastic Pollution (HAC) ingin ada pembatasan produksi plastik primer dan aturan bahan kimia berbahaya. 

Dalam dikotomi inilah, Nindhita Proboretno, Wakil Koordinator dari Aliansi Zero Waste Indonesia menilai agar Indonesia bisa lebih aktif untuk berpartisipasi dalam mendukung negara-negara dunia merampungkan kesepakatan solusi plastik global. 

"Setelah proses yang cukup panjang sejak pertemuan terakhir di Busan, kami melihat bahwa waktu untuk negosiasi sudah semakin sempit menjelang tenggat akhir 2025," kata Nindhita di Jenewa, Senin, 4 Agustus 2025.

Nindhita menekankan bahwa Indonesia seharusnya tidak hanya hadir secara simbolik, tetapi juga mengusahakan tercapainya kesepakatan terhadap pasal-pasal penting, seperti yang berkaitan dengan pengurangan produksi plastik, penghapusan bahan kimia berbahaya, dan mekanisme pendanaan yang adil.

"Terutama, harapan kami agar pemerintah Indonesia tidak bersikap ambigu atau pasif, dan mulai menunjukkan kepemimpinannya dengan berpihak pada perlindungan lingkungan dan kesehatan masyarakat, bukan pada kepentingan industri semata," kata Nindhita.

Ilmuwan dan peneliti dari berbagai belahan dunia ingin bahwa perjanjian ini tidak hanya menjadi wacana belaka. Belakangan, melalui surat terbuka, gabungan 60 pakar secara kolektif menyatakan bahwa perjanjian ini adalah salah satu cara penting untuk merealisasikan solusi sampah plastik global.

“Selama beberapa dekade, kami telah menyaksikan bukti-bukti terus bertambah. Perjanjian ini adalah ujian untuk melihat apakah dunia siap mengatur plastik dengan cara yang mencerminkan skala dan urgensi krisis ini,” kata Profesor Steve Fletche, Pemimpin Redaksi Cambridge Prisms: Plastics dan Direktur Revolution Plastics Institute melalui keterangan tertulis.

Baca juga:  Sekjen PBB Serukan Aksi Global Kurang Polusi Plastik

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Willy Haryono)