Wakil Presiden Amerika Serikat JD Vance. (EPA-EFE)
Munich: Wakil Presiden Amerika Serikat, JD Vance, telah meluncurkan serangan ideologis brutal terhadap Eropa, menuduh para pemimpinnya terus menekan kebebasan berbicara, gagal menghentikan migrasi ilegal, dan lari ketakutan dari keyakinan sejati para pemilih.
Dalam pidato bernada mengecam di Konferensi Keamanan Munich di Jerman, Vance secara terbuka mempertanyakan apakah nilai-nilai Eropa saat ini menjamin pembelaan oleh AS. Ia juga menyebut politik Eropa telah terinfeksi berbagai hal buruk, termasuk sensor media.
Dengan menyatakan bahwa ancaman sebenarnya terhadap Eropa tidak berasal dari aktor eksternal seperti Rusia atau Tiongkok, tetapi kemunduran internal Eropa sendiri dari beberapa "nilai paling fundamentalnya,” Vance berulang kali mempertanyakan apakah AS dan Eropa masih memiliki agenda bersama.
"Yang saya khawatirkan adalah ancaman dari dalam," tutur Vance, dikutip dari Guardian, Sabtu, 15 Februari 2025..
Vance mengabaikan topik seputar perang Rusia-Ukraina, dan malah melontarkan klaim mengenai kegagalan benua Eropa dalam mendengarkan kekhawatiran populis para pemilih.
Menyebut mengenai memenuhi keinginan populis di AS, Vance mengatakan bahwa terpilihnya Donald Trump sebagai presiden adalah contoh nyata.
"Ada sheriff baru di kota,” tutur Vance, menggunakan istilah terpilihnya pemimpin baru untuk merujuk ke periode kedua Trump.
"Demokrasi tidak akan bertahan jika kekhawatiran rakyatnya dianggap tidak valid atau bahkan lebih buruk lagi tidak layak dipertimbangkan,” sambung dia.
Keterkejutan Audiens
Rentetan pernyataan pedas dan konfrontatif itu disambut keterkejutan di Konferensi Keamanan Munich, dan kemudian dikutuk Uni Eropa serta Jerman, sementara menuai pujian dari televisi pemerintah Rusia.
Sikap Vance itu menandakan semakin dalamnya jurang transatlantik melampaui persepsi yang berbeda tentang Rusia hingga perpecahan masyarakat yang lebih dalam tentang nilai-nilai dan hakikat demokrasi.
Vance berkata: "Jika Anda takut dengan suara-suara, pendapat-pendapat, dan hati nurani yang membimbing rakyat Anda sendiri ... Jika Anda berlari dalam ketakutan terhadap para pemilih Anda sendiri, tidak ada yang dapat dilakukan Amerika untuk Anda, juga tidak ada yang dapat Anda lakukan untuk rakyat Amerika."
Menuduh politisi Eropa, dan penyelenggara Konferensi Keamanan Munich, menolak untuk membahas isu-isu seperti migrasi, ia mendesak para hadirin yang terkejut dan sebagian besar diam di Munich untuk menyadari bahwa mereka seharusnya tidak mengecualikan politisi yang mewakili partai-partai populis.
Pelanggaran Protokol
Di Jerman, telah lama ada tembok pemisah yang mencegah partai-partai arus utama terlibat dengan Alternative für Deutschland (Afd) yang berhaluan kanan-jauh karena asal-usul Nazi-nya. Namun, Vance mengatakan seharusnya tidak ada ruang untuk penghalang seperti itu.
“Orang-orang yang mengabaikan kekhawatiran pemilih, menutup media mereka, tidak melindungi apa pun. Itu adalah cara paling pasti untuk menghancurkan demokrasi,” tegas Vance.
Ia menggambarkan “kepentingan lama yang mengakar bersembunyi di balik kata-kata buruk era Soviet seperti misinformasi dan disinformasi” untuk memaksakan penyensoran.
Setelah pidato tersebut, diketahui bahwa Vance secara pribadi telah bertemu pemimpin AfD, Alice Weidel, selama 30 menit. Dalam pelanggaran protokol, ia menolak tawaran bertemu pemimpin SPD dan Kanselir Jerman saat ini, Olaf Scholz.
Baca juga:
Kanselir Jerman Sebut Usulan Trump untuk Gaza ‘Skandal dan Ide Mengerikan’