Kabid Humas Polda Metro Jaya Bhudi Hermanto. Foto: Tangkapan layar Metro TV.
Siti Yona Hukmana • 14 November 2025 08:56
Jakarta: Polisi terus mendalami peristiwa ledakan di lingkungan SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Salah satunya, memeriksa ayah dari siswa pelaku ledakan yang telah ditetapkan sebagai anak berkonflik dengan hukum (ABH).
"Untuk orang tua ABH, sudah diminta keterangan beberapa waktu lalu dan ini masih dalam proses," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Bhudi Hermanto kepada wartawan dikutip Jumat, 14 November 2025.
Adapun, orang tua yang diperiksa adalah sang ayah. Sementara ibu bekerja di luar negeri.
"Iya betul atau ABH, Ibu ABH bekerja di luar negeri," ujar Bhudi.
Namun, Bhudi belum bisa membeberkan hasil pemeriksaan. Sebab, masih dalam proses.
Di samping itu, Bhudi mengatakan penyidik juga sudah memeriksa 46 saksi anak. Namun, 10 orang berhalangan. Pemeriksaan dilakukan di Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD P3A) Provinsi Jakarta di wilayah Jakarta Timur.
Pemeriksaan siswa SMAN 72 ini untuk menggali motif peledakan bom oleh siswa F. Terutama menelisik dugaan perundungan yang dialami F.
.jpg)
Sementara itu, Bhudi mengaku masih menunggu hasil digital forensik yang dilakukan pusat laboratorium forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri.
"Kami berharap rekan-rekan sekalian memberi waktu dan ruang bagi para penyidik untuk bisa secara komprehensif hasil dari penyidikan yang sedang ditangani," ungkap Bhudi.
Peristiwa ledakan di lingkungan SMAN 72 Jakarta, terjadi di dua lokasi yakni dalam masjid dan samping bank sampah, saat khotbah solat Jumat pada Jumat siang, 7 November 2025. Densus 88 Antiteror Polri menemukan tujuh bom di lokasi.
Sebanyak tiga di antaranya tidak meledak dan empat lainnya meledak di dua lokasi. Selain itu, polisi juga menemukan dua senjata mainan di lokasi ledakan.
Akibat insiden ini, 96 orang luka-luka, termasuk pelaku. Siswa F melakukan tindakan ini karena ingin balas dendam atas perasaan telah ditindas dan tidak ada yang memperhatikan. Terlebih, siswa ini menginspirasi enam figur luar negeri yang beraliran ekstrimisme.
Siswa F diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum yang patut diduga melanggar norma hukum. Siswa melanggar Pasal 80 ayat (2) Jo Pasal 76 c Undang-undang Perlindungan Anak. Kemudian, melanggar Pasal 355 KUHP dan atau Pasal 187 KUHP serta Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951.
Meski demikian, pihak kepolisian mengedepankan Sistem Peradilan Anak. Lantaran, korban maupun pelaku berstatus anak di bawah umur.