Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Bhudi Hermanto. Foto: Tangkapan layar Breaking News Metro TV.
Fachri Audhia Hafiez • 14 November 2025 01:37
Jakarta: Polda Metro Jaya memeriksa saksi dari unsur anak terkait ledakan di lingkungan SMAN 72 Jakarta. Puluhan anak diperiksa.
"Hari ini, penyidik sudah melakukan pemeriksaan terhadap saksi anak berjumlah 46 orang, tetapi 10 orang berhalangan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Bhudi Hermanto saat ditemui di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Kamis, 13 November 2025.
Pemeriksaan saksi anak dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Jakarta di Jakarta Timur.
"Kami juga perbaharui data korban sampai dengan hari ini. Sisa 20 orang yang masih rawat inap. Satu korban inisial L dirujuk di RSCM untuk perawatan pelaksanaan operasi lebih intensif," kata Bhudi.
Dia juga menyampaikan penyidikan kasus ini masih terus berjalan termasuk tentang hasil digital forensik. "Kami berharap rekan-rekan sekalian memberi waktu dan ruang bagi para penyidik untuk bisa secara komprehensif hasil dari penyidikan yang sedang ditangani," kata Bhudi.
Peristiwa ledakan ini terjadi di dua lokasi di lingkungan SMAN 72 Jakarta, yakni dalam masjid dan samping bank sampah, saat khotbah Salat Jumat pada Jumat siang, 7 November 2025. Densus 88 Antiteror Polri menemukan tujuh peledak di lokasi.
Petugas Puslabfor Polri melakukan penyelidikan tempat kejadian ledakan di masjid SMAN 72 Jakarta. Foto: Media Indonesia/Usman Iskandar.
Sebanyak tiga di antaranya tidak meledak dan empat lainnya meledak di dua lokasi. Selain itu, polisi juga menemukan dua senjata mainan di lokasi ledakan.
Akibat insiden ini, 96 orang luka-luka, termasuk pelaku. Polisi menetapkan pelaku siswa berinisial F sebagai anak berkonflik dengan hukum (ABH).
Siswa diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum yang patut diduga melanggar norma hukum. Siswa melanggar Pasal 80 ayat (2) Jo Pasal 76 c Undang-undang Perlindungan Anak. Kemudian, melanggar Pasal 355 KUHP dan atau Pasal 187 KUHP serta Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951.
Meski demikian, pihak
kepolisian mengedepankan Sistem Peradilan Anak. Lantaran, korban maupun pelaku berstatus anak di bawah umur.