Mandan: Sebuah pengadilan di North Dakota, Amerika Serikat (AS) memutuskan bahwa Greenpeace bertanggung jawab atas pencemaran nama baik terhadap perusahaan minyak Energy Transfer. Organisasi lingkungan itu diperintahkan untuk membayar lebih dari USD660 juta atau sekitar Rp10,3 triliun sebagai ganti rugi atas keterlibatannya dalam aksi protes besar-besaran menentang proyek Dakota Access Pipeline hampir satu dekade lalu.
Perusahaan asal Texas itu juga menuduh Greenpeace melakukan pelanggaran hukum lainnya, termasuk perbuatan melawan hukum, gangguan ketertiban, serta konspirasi sipil. Dalam gugatannya, Energy Transfer menuduh Greenpeace merancang "skema ilegal dan penuh kekerasan" untuk merugikan perusahaan secara finansial.
Greenpeace, yang telah menyatakan niatnya untuk mengajukan banding, sebelumnya memperingatkan bahwa putusan ini bisa mengarah pada kebangkrutan, mengancam keberlangsungan lebih dari 50 tahun perjuangannya di bidang lingkungan.
Greenpeace bantah pimpin aksi protes
Aksi demonstrasi menentang pipa minyak Dakota Access berlangsung di dekat Reservasi Suku Sioux Standing Rock, menarik ribuan peserta. Greenpeace bersikeras bahwa mereka bukan pihak yang mengorganisir aksi tersebut. Menurut organisasi ini, protes dipimpin oleh komunitas pribumi yang menolak pembangunan pipa.
Meski demikian, juri yang terdiri dari sembilan orang mencapai putusan pada Rabu setelah melakukan musyawarah selama sekitar dua hari.
Kasus ini disidangkan di Mandan, North Dakota, sekitar 160 kilometer dari lokasi utama protes.
Dalam argumen penutupnya, pengacara Energy Transfer, Trey Cox, menyatakan bahwa tindakan Greenpeace telah menyebabkan kerugian antara USD265 juta hingga USD340 juta bagi perusahaan. Ia meminta juri untuk memberikan kompensasi sebesar jumlah tersebut, ditambah dengan ganti rugi tambahan.
Mengutip dari
BBC, Kamis 20 Maret 2025, proyek Dakota Access Pipeline mendapatkan perhatian internasional selama pemerintahan Presiden Donald Trump. Kelompok-kelompok pribumi, termasuk Suku Sioux Standing Rock, membangun kamp untuk menghalangi jalur pipa minyak yang direncanakan melintasi wilayah mereka.
Demonstrasi yang berlangsung sejak April 2016 hingga Februari 2017 itu berujung pada bentrokan antara demonstran dan pihak berwenang, serta insiden kekerasan dan perusakan properti. Pada puncaknya, aksi ini diikuti oleh lebih dari 10.000 orang, termasuk lebih dari 200 suku pribumi, ratusan veteran militer AS, selebritas, dan tokoh politik seperti Menteri Kesehatan AS saat ini, Robert F. Kennedy Jr.
Meskipun telah beroperasi sejak 2017, jalur pipa sepanjang 1.172 mil atau 1.886 kilometer ini masih menghadapi hambatan hukum. Hingga kini, proyek ini belum mendapatkan izin penting untuk melintasi Danau Oahe di South Dakota, sementara komunitas pribumi terus menuntut evaluasi lingkungan yang lebih ketat.
Energy Transfer sebut Greenpeace ciptakan "Narasi Palsu"
Dalam persidangan yang berlangsung selama tiga minggu, juri mendengar kesaksian dari salah satu pendiri sekaligus ketua dewan Energy Transfer, Kelcy Warren. Dalam rekaman video kesaksiannya, Warren menuduh para demonstran menciptakan "narasi palsu sepenuhnya" tentang perusahaannya.
"Saatnya melawan balik," ujar Warren.
Pengacara Energy Transfer, Trey Cox, juga menuduh Greenpeace menggunakan Dakota Access Pipeline sebagai alat untuk "memajukan agenda pribadinya sendiri".
Sebaliknya, tim pembela Greenpeace menyatakan bahwa organisasi ini tidak mengoordinasikan aksi protes, tetapi hanya memberikan pelatihan aksi damai dan dukungan bagi para demonstran.
Greenpeace bertekad ajukan banding
Merespons putusan tersebut, penasihat hukum Greenpeace International, Kristin Casper, menegaskan bahwa mereka akan terus melawan keputusan ini.
"Energy Transfer belum mendengar yang terakhir dari kami dalam pertarungan ini," kata Casper.
"Kami tidak akan mundur, kami tidak akan dibungkam,” ungkap Casper.
Sementara itu, Carl Tobias, pakar hukum dari University of Richmond, Virginia, memperingatkan bahwa putusan ini dapat menjadi preseden yang mengancam kebebasan berbicara dan aktivisme lingkungan.
"Besarnya putusan ini bisa berdampak mengintimidasi bagi litigasi kepentingan publik lainnya," ujar Tobias.
"Ini juga dapat mendorong perusahaan lain untuk mengajukan gugatan serupa di negara bagian lain,” imbuh Tobias.
Selain berencana mengajukan banding, Greenpeace juga telah mengajukan gugatan balik terhadap Energy Transfer di pengadilan Belanda. Organisasi ini menuduh perusahaan minyak tersebut menyalahgunakan sistem hukum untuk membungkam kritik.
Gugatan yang diajukan bulan ini bertujuan untuk menuntut pemulihan seluruh kerugian dan biaya hukum yang telah dikeluarkan Greenpeace akibat kasus ini.
(Muhammad Reyhansyah)