UNICEF Soroti Krisis Kemanusiaan Anak-Anak Palestina yang Semakin Memburuk

Anak-anak mengantre makanan di Jalur Gaza. (Anadolu Agency)

UNICEF Soroti Krisis Kemanusiaan Anak-Anak Palestina yang Semakin Memburuk

Willy Haryono • 18 March 2025 13:55

Gaza: Direktur Regional UNICEF untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Edouard Beigbeder, mengungkapkan keprihatinan mendalam atas situasi kritis yang dihadapi anak-anak Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat.

Dalam pernyataan resminya setelah menyelesaikan misi selama empat hari di wilayah tersebut, Beigbeder menegaskan bahwa anak-anak menjadi korban utama dalam konflik yang terus berlanjut.

"Situasinya sangat memprihatinkan," ujar Beigbeder dalam siaran pers. 

Ia menambahkan bahwa hampir seluruh dari 2,4 juta anak di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza terdampak secara langsung maupun tidak langsung oleh konflik yang berkepanjangan.

"Sebagian anak hidup dalam ketakutan luar biasa, sementara yang lain menghadapi dampak nyata dari kekurangan bantuan kemanusiaan, kehilangan perlindungan, pengungsian, kehancuran, hingga kematian. Semua anak harus dilindungi," tegasnya, seperti dikutip Middle East Monitor, Selasa, 18 Maret 2025.

Blokade Gaza Menghambat Bantuan Kritis untuk Anak-Anak

Beigbeder menyoroti dampak serius dari blokade Israel terhadap masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Akibatnya, sekitar satu juta anak terpaksa bertahan hidup tanpa kebutuhan dasar yang sangat mereka perlukan.

"Lebih dari 180.000 dosis vaksin rutin untuk anak yang dapat melindungi 60.000 bayi di bawah usia dua tahun, serta 20 ventilator penting untuk unit perawatan intensif neonatal, terhenti hanya beberapa kilometer di luar Gaza," ungkapnya.

Meskipun UNICEF berhasil mengirimkan 30 mesin bantu pernapasan (CPAP) untuk bayi yang mengalami sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) dan kelahiran prematur, ventilator tetap menjadi kebutuhan krusial bagi bayi yang memerlukan dukungan pernapasan lanjutan.

Menurut UNICEF, sekitar 4.000 bayi di Gaza saat ini tidak dapat mengakses perawatan medis yang menyelamatkan nyawa akibat rusaknya fasilitas kesehatan di wilayah tersebut. 

"Setiap hari tanpa ventilator ini menyebabkan nyawa melayang, terutama di kalangan bayi prematur yang rentan di Gaza utara," kata Beigbeder.

Ia menegaskan pentingnya membiarkan bantuan medis yang menyelamatkan nyawa ini segera masuk ke Gaza. 

"Tidak ada alasan yang dapat membenarkan penolakan terhadap masuknya pasokan kesehatan anak ini. Berdasarkan hukum humaniter internasional, kebutuhan dasar warga sipil harus dipenuhi, terlepas dari adanya gencatan senjata atau tidak," tegasnya.

Beigbeder memperingatkan bahwa keterlambatan lebih lanjut akan semakin memperburuk situasi dan menghentikan layanan vital yang dibutuhkan masyarakat.

Fasilitas Penting di Gaza Terhenti Akibat Krisis Energi

Krisis kemanusiaan di Gaza juga berdampak pada layanan dasar seperti air bersih. Beigbeder mengunjungi pabrik desalinasi air di Khan Younis, satu-satunya fasilitas yang menerima listrik sejak November 2024. Namun, saat ini fasilitas tersebut hanya beroperasi pada kapasitas 13 persen akibat pemutusan aliran listrik.

"Ratusan ribu orang kehilangan akses air minum dan layanan sanitasi yang layak," ungkapnya. 

Kondisi ini memperparah krisis kesehatan di Gaza, terutama bagi anak-anak dan kelompok rentan lainnya.

Kondisi Memprihatinkan di Tepi Barat

Di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, situasi tidak kalah memprihatinkan. Beigbeder mengungkapkan bahwa lebih dari 200 anak Palestina dan tiga anak Israel tewas sejak Oktober 2023, menjadikannya angka kematian tertinggi dalam dua dekade terakhir dalam periode yang sama.

Selain korban jiwa, lebih dari 35.000 warga di Jenin dan wilayah utara Tepi Barat terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat kekerasan yang meningkat. 

"Pendidikan juga sangat terganggu, sekitar 12.000 anak kehilangan akses ke sekolah akibat pengungsian massal baru-baru ini," jelasnya.

Ia menambahkan bahwa anak-anak di Tepi Barat sering menghadapi tantangan berat, termasuk pos pemeriksaan yang memperlambat mobilitas dan kekurangan perlengkapan sekolah.

"Saya bertemu banyak ibu dan anak di tempat penampungan di Jenin. Mereka menceritakan penderitaan akibat kekerasan, ketakutan, dan gangguan pendidikan yang mereka alami," ujar Beigbeder. "Mereka tidak meminta belas kasihan, mereka hanya meminta hak mereka dihormati dan kesempatan untuk kembali ke rumah mereka."

UNICEF Desak Akses Bantuan Kemanusiaan Tanpa Hambatan

UNICEF terus berupaya melindungi dan mendukung anak-anak Palestina melalui berbagai inisiatif, termasuk memperbaiki sistem air, menyediakan layanan kesehatan mental, dan membangun pusat pembelajaran. Namun, Beigbeder menegaskan bahwa upaya ini memerlukan dukungan lebih besar dari komunitas internasional.

"Anak-anak tidak boleh dibunuh, dilukai, atau diusir dari rumah mereka. Semua pihak harus menghormati kewajiban mereka di bawah hukum internasional," tegasnya.

Ia juga menuntut agar akses bantuan kemanusiaan dibuka tanpa penundaan lebih lanjut. 

"Semua sandera harus segera dibebaskan, dan gencatan senjata di Gaza harus terus berjalan untuk mendorong solusi damai yang berkelanjutan. Puluhan ribu anak telah menjadi korban, dan kita tidak boleh kembali pada situasi yang memperburuk angka tersebut," pungkas Beigbeder. (Muhammad Reyhansyah)

Baca juga:  Pendidikan Anak-Anak Gaza Terhambat di Tengah Upaya Memulai Tahun Ajaran Baru

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)