Trump Konfirmasi Pembicaraan Langsung dengan Hamas Terkait Sandera Israel

Pemerintahan Donald Trump akui berhubungan dengan Hamas. Foto: Anadolu

Trump Konfirmasi Pembicaraan Langsung dengan Hamas Terkait Sandera Israel

Fajar Nugraha • 7 March 2025 12:03

Washington: Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengonfirmasi bahwa pemerintahannya telah memulai pembicaraan langsung dengan Hamas. Kelompok yang dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh AS ini didekati Trump, untuk membahas pembebasan sandera yang masih ditahan di Gaza.

Dalam pernyataan tegas dari Gedung Putih pada Kamis 6 Maret 2025, Trump memperingatkan bahwa jika sandera tidak segera dibebaskan, akan ada konsekuensi berat bagi Gaza. 

"Anda akan segera mengetahuinya," ujar Trump ketika ditanya oleh seorang jurnalis tentang apa yang ia maksud dengan ancamannya.

Trump juga menyoroti pertemuannya sehari sebelumnya dengan para sandera Israel yang telah dibebaskan. 

"Saya merasa terhormat bisa menghabiskan banyak waktu dengan mereka kemarin, dan saya tidak bisa percaya bagaimana buruknya perlakuan yang mereka terima," kata trump.

Ubah pendekatan Washington

Melansir dari Voice of America, Jumat 7 Maret 2025, langkah AS untuk bernegosiasi langsung dengan Hamas dipimpin oleh Adam Boehler, utusan khusus presiden untuk urusan sandera. Langkah ini menandai pergeseran kebijakan luar negeri AS yang sebelumnya menolak negosiasi dengan kelompok yang dianggap sebagai organisasi teroris.

Trump menegaskan bahwa AS terlibat dalam pembicaraan ini untuk membantu Israel. "Kami membantu Israel dalam diskusi ini karena yang sedang dibicarakan adalah sandera Israel. Kami tidak melakukan negosiasi apa pun dengan Hamas, kami tidak memberikan uang," ujar Boehler.

Meskipun belum jelas apakah AS akan mengambil tindakan militer, Penasihat Khusus Timur Tengah Gedung Putih, Steve Witkoff, mengisyaratkan adanya kemungkinan langkah bersama dengan Israel. 

"Mungkin akan ada tindakan yang diambil. Bisa saja dilakukan bersama Israel," katanya.

Israel sendiri telah menyatakan posisinya kepada Washington terkait perundingan langsung dengan Hamas, meskipun tidak ada rincian lebih lanjut yang diungkapkan oleh kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Hamas tolak ancaman Trump dan dorong gencatan senjata

Hamas menanggapi ancaman Trump dengan menegaskan bahwa solusi terbaik untuk pembebasan sandera adalah melalui negosiasi gencatan senjata.

"Bahasa ancaman tidak akan membuat kami gentar, justru hanya memperumit situasi lebih jauh," ujar pejabat Hamas, Sami Abu Zuhri, dalam sebuah pernyataan yang diunggah di kanal Telegram yang berafiliasi dengan kelompok tersebut.

Hamas juga menuding bahwa tekanan dari Washington telah mendorong Israel untuk menarik diri dari kesepakatan gencatan senjata tahap kedua yang sebelumnya dirancang melalui mediasi Qatar dan AS.

Sementara itu, Trump kembali menegaskan ultimatum kerasnya kepada Hamas melalui media sosial. 

"Bebaskan semua sandera sekarang, bukan nanti, dan segera kembalikan semua jenazah korban yang kalian bunuh, atau semuanya akan BERAKHIR bagi kalian. Saya mengirimkan segala yang dibutuhkan Israel untuk menyelesaikan tugasnya, tidak ada satu pun anggota Hamas yang akan selamat jika kalian tidak melakukan apa yang saya perintahkan," tulisnya di platform Truth Social.

Dukungan militer AS ke Israel meningkat

Dalam perkembangan lainnya, pemerintahan Trump kembali mengirimkan paket bantuan militer senilai USD4 miliar atau sekitar Rp62 triliun kepada Israel minggu ini. Ini merupakan kali kedua dalam sebulan AS mengesampingkan persetujuan kongres untuk mengirimkan persenjataan ke negara sekutunya itu.

Di tengah eskalasi ini, negara-negara Arab mengajukan proposal tandingan terhadap rencana Trump yang menyerukan pemindahan penduduk Palestina dari Gaza dan mengubah wilayah tersebut menjadi kawasan wisata pantai.

Sebagai alternatif, rencana yang diusulkan oleh negara-negara Arab menegaskan bahwa warga Palestina akan tetap berada di Gaza, tetapi Hamas tidak akan dilibatkan dalam pemerintahan pascaperang.

Meskipun Israel menolak proposal tersebut, Witkoff menilai bahwa usulan ini merupakan langkah awal yang positif. 

"Kami masih mengevaluasi semuanya, jadi terlalu dini untuk memberikan komentar lebih lanjut," ujarnya.

Sementara itu, Israel terus memblokade pasokan bantuan ke Gaza sejak Minggu lalu, dengan alasan bahwa bantuan tersebut disalurkan ke Hamas, klaim yang dibantah oleh badan-badan kemanusiaan internasional. Kekurangan bahan bakar di Gaza semakin memperburuk kondisi layanan dasar seperti pengelolaan limbah dan kesehatan masyarakat.


Dinamika konflik Gaza terus berlanjut

Perang di Gaza dimulai dengan serangan Hamas ke Israel pada Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan sekitar 250 orang disandera. Sebagai respons, Israel melancarkan serangan balasan yang hingga kini telah menewaskan lebih dari 48.400 warga Palestina, dengan sekitar setengahnya adalah perempuan dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

Ketegangan terus meningkat seiring dengan berakhirnya fase pertama gencatan senjata pekan lalu, dengan banyak pihak memperkirakan bahwa Israel akan kembali meningkatkan serangannya ke Gaza.

"Sebagian besar orang mengantisipasi gencatan senjata akan runtuh, karena mereka memperkirakan Perdana Menteri Netanyahu akan kembali menggempur Gaza," kata Mirette Mabrouk, peneliti senior di Middle East Institute.

"Begitu itu terjadi, tidak akan ada lagi pembebasan sandera," pungkas Mabrouk.

(Muhammad Reyhansyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)