154 Tahanan Palestina yang Dibebaskan Israel Terancam Dideportasi ke Negara Ketiga

Israel membebaskan lebih dari 1.900 tahanan Palestina pada Senin, 13 Oktober 2025. (Anadolu Agency)

154 Tahanan Palestina yang Dibebaskan Israel Terancam Dideportasi ke Negara Ketiga

Willy Haryono • 14 October 2025 12:58

Ramallah: Sebanyak 154 tahanan Palestina yang dibebaskan Israel dalam kesepakatan pertukaran dengan Hamas pada Senin, 13 Oktober, dilaporkan menghadapi deportasi paksa ke negara ketiga.

Kebijakan ini menuai kecaman luas karena dinilai tidak manusiawi dan menunjukkan standar ganda dalam proses perdamaian. Para tahanan Israel yang dibebaskan bisa kembali ke rumah mereka, sementara tahanan Palestina justru diasingkan.

Menurut Kantor Media Tahanan Palestina, mereka yang akan dideportasi merupakan bagian dari 250 tahanan yang telah menjalani hukuman di Israel, ditambah sekitar 1.700 warga Palestina yang ditangkap dari Gaza selama dua tahun perang. Banyak di antara mereka dilaporkan “hilang secara paksa” oleh PBB.

Keluarga tahanan mengaku terkejut atas keputusan itu. Raed Imran, misalnya, mengatakan saudaranya, Muhammad Imran (43), yang sebelumnya dijatuhi 13 hukuman seumur hidup, akan dideportasi meski sempat ditanya oleh intelijen Israel tentang rencana tempat tinggalnya setelah bebas.

Kecaman dan Dampak Kemanusiaan

Tamer Qarmout, dosen senior di Doha Institute for Graduate Studies, menilai deportasi tersebut sebagai langkah “ilegal dan tidak manusiawi” karena mencabut hak kewarganegaraan para tahanan.

“Mereka keluar dari penjara kecil, tetapi dikirim ke penjara yang lebih besar, jauh dari masyarakat mereka,” ujarnya, dikutip dari Al Jazeera, Selasa, 14 Oktober 2025.

Deportasi serupa pernah dilakukan Israel pada Januari 2025, mengirim tahanan ke Tunisia, Aljazair, dan Turki. Namun hingga kini belum ada kejelasan negara tujuan bagi mereka yang dideportasi kali ini.

Reporter Al Jazeera Nida Ibrahim melaporkan dari Tepi Barat bahwa banyak keluarga tahanan kemungkinan tidak dapat mengunjungi anggota keluarga mereka yang diasingkan karena Israel masih mengontrol seluruh akses perbatasan.

Kondisi ini menimbulkan pilihan pahit bagi keluarga: tetap tinggal di tanah air atau meninggalkan semuanya demi berkumpul kembali di pengasingan. Situasi tersebut dipandang sebagai bentuk hukuman kolektif bagi keluarga para tahanan.

Motif Politik di Balik Deportasi

Qarmout menilai deportasi ini juga memiliki motif politik, yakni mencegah Hamas mengklaim kemenangan simbolis dan menghambat peran politik mantan tahanan di masa depan.

“Pengasingan berarti akhir dari masa depan politik mereka. Di negara tujuan, mereka akan menghadapi batasan yang sangat ketat,” jelasnya.

Kebijakan ini, menurut para pengamat, memperlihatkan ketimpangan mendalam dalam proses perdamaian. Saat tahanan Israel disambut pulang dengan sorak-sorai, para tahanan Palestina justru diusir dari tanah air mereka.

Langkah tersebut dikhawatirkan merusak momentum rekonsiliasi dan memperkuat pandangan bahwa kesepakatan damai tidak membawa keadilan substantif bagi rakyat Palestina. (Muhammad Adyatma Damardjati)

Baca juga:  Perang Gaza Dinyatakan Berakhir Setelah Hamas Bebaskan Sandera Terakhir

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Willy Haryono)