Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Jakarta: Pemangkasan anggaran tidak menunggu lama untuk memakan korban. Tidak sedikit, nasib ribuan pekerja dan pewarta ikut terdampak.
Efisiensi belanja negara yang diputuskan pemerintah berdampak besar bagi Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI). Akibatnya, sebanyak 1.000 jurnalis kontributor di dua media tersebut langsung menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Nany Afrida menilai keputusan tersebut semakin memperburuk kondisi pers di Indonesia. Menurutnya, ini tidak hanya berdampak pada para jurnalis yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga menurunkan kualitas isi siaran yang menjadi hak publik.
"PHK yang menimpa lebih dari 1.000 kontributor RRI dan TVRI akibat kebijakan efisiensi anggaran pemerintah ini makin memperburuk kondisi ketenagakerjaan media massa di Indonesia," kata Nany dalam keterangan resminya pada Selasa, 11 Februari 2025.
Berikut fakta-fakta terkait PHK massal lebih dari 1.000 jurnalis TVRI dan RRI akibat pemangkasan anggaran:
1. Akibat Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025
Keputusan pemangkasan anggaran ini merupakan dampak dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN serta APBD Tahun Anggaran 2025. Kebijakan ini membuat anggaran operasional TVRI dan RRI terpangkas, sehingga berujung pada PHK besar-besaran.
"Kita harus ingat bahwa layanan informasi yang berkualitas (pendidikan) itu adalah bagian dari hak asasi manusia,” ujar Nany.
Baca juga:
Fakta-fakta PNS KY Terancam Tidak Digaji Gegara Pemangkasan Anggaran
2. Kritik AJI: Pemerintah Seharusnya Tidak Mengorbankan Media Publik
Nany Afrida mengkritik keputusan ini dan menekankan bahwa pemerintah semestinya tidak melakukan pemotongan anggaran terhadap media publik seperti RRI dan TVRI yang selama ini sudah beroperasi dengan keterbatasan dana.
"Pemerintah seharusnya tidak melakukan efisiensi anggaran untuk RRI dan TVRI. Selama ini anggaran untuk kedua lembaga ini cenderung kecil. Dan bahkan jurnalisnya dibayar rendah," ucap Nany.
3. Dampak Buruk bagi Jurnalisme di Daerah
Menurut AJI, PHK massal ini tidak hanya berdampak pada para jurnalis, tetapi juga mengancam kualitas informasi yang diterima masyarakat, terutama di daerah terpencil. Banyak masyarakat yang menggantungkan diri pada TVRI dan RRI sebagai sumber informasi utama mereka.
"Masih banyak masyarakat yang menggantungkan diri pada informasi dari TVRI dan RRI terutama di kawasan terpencil dan pedesaan. Tanpa layanan dari lembaga ini, bisa-bisa masyarakat akan kehilangan informasi," ujar Nany.
4. IJTI: Pemotongan Anggaran Melemahkan Fungsi Penyiaran Publik
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyayangkan pemangkasan anggaran terhadap RRI dan TVRI. Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan, menilai bahwa keputusan ini dapat melemahkan fungsi edukasi dan layanan informasi bagi masyarakat.
"Sebagai lembaga penyiaran publik, TVRI dan RRI memiliki peran strategis dalam menyampaikan informasi yang benar, akurat, dan mencerahkan publik di tengah maraknya disinformasi dan hoaks," kata Herik dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 12 Februari 2025.
5. Risiko Meminggirkan Pemberitaan Daerah
Menurut IJTI, pemotongan anggaran ini berisiko semakin meminggirkan pemberitaan daerah karena banyaknya kontributor daerah yang diberhentikan. Hal ini bisa menyebabkan isu-isu penting di daerah tidak mendapatkan cukup sorotan dalam media nasional.
"Jurnalis-jurnalis di daerah memiliki peran penting dalam menyampaikan realitas kehidupan masyarakat dan isu-isu strategis di daerah. Dirumahkannya para kontributor akan membuat isu-isu penting di daerah semakin terpinggirkan dan membuat pemberitaan semakin berorientasi Jakarta," jelas Herik.
6. Desakan agar Pemerintah Meninjau Kembali Kebijakan
IJTI mendesak pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan ini dan mencari solusi yang lebih bijak demi memastikan keberlangsungan TVRI dan RRI sebagai lembaga penyiaran publik yang berkualitas, mencerdaskan, dan menjadi kebanggaan bangsa.
Keputusan PHK terhadap 1.000 jurnalis TVRI dan RRI ini menjadi peringatan keras bagi kondisi ketenagakerjaan pers di Indonesia. Sudah bergaji relatif sangat rendah selama ini, masa depan jurnalistik di media publik semakin dipertanyakan.