Direktur PWNI dan BHI Kemenlu RI Judha Nugraha saat ditemui awak media di Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024. (Medcom.id)
Marcheilla Ariesta • 6 March 2024 12:42
Jakarta: Jumlah kasus warga negara Indonesia (WNI) yang terjerat online scam di Kamboja semakin bertambah. Namun belakangan, jumlah yang terus meningkat juga terjadi dalam kasus WNI terkait judi online Kamboja.
"Selain kasus online scam, ada aspek lain yang terkait, yakni dengan judi online," kata Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI dan BHI) Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha di Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024.
Judha menuturkan, judi merupakan hal yang legal di Kamboja. Karenanya, hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Indonesia.
Ia menambahkan, tantangan yang kini dihadapi perwakilan RI di Kamboja adalah angka lapor diri yang sangat minim. Tercatat, hanya 17.121 WNI yang aktif melakukan lapor diri di Kamboja dari 73.724 WNI yang ada di data otoritas Kamboja.
"Jadi, ada gap tinggi antara WNI legal yang punya izin tinggal di Kamboja dengan yang aktif melaporkan diri," tutur Judha.
Ia menilai, kemungkinan hal tersebut terjadi karena masih rendahnya kesadaran untuk lapor diri bagi WNI. Padahal, dengan lapor diri, para WNI dapat terpantau dengan baik oleh perwakilan RI di sana.
Kedua, kata Judha, kemungkinan karena para WNI ini memang tidak ingin tercatat. Hal ini menurutnya, masih menjadi pembahasan antara kementerian/lembaga di Indonesia, terkait menyikapinya.
"KBRI Phnom Penh mencatat ada peningkatan pengaduan kasus ini dari 2020 hingga 2023. Ada peningkatan 77 kali lipat. Pada 2020, tercatat ada 15 kasus, dan pada 2023 menjadi 1.158 kasus," terangnya.
Fenomena ini, kata Judha, akan dibahas juga dalam bilateral dengan Kamboja, termasuk masalah judi online.
Kementerian Luar Negeri RI pun mencatat, sejak 2020-2023, ada 3.428 kasus terkait online scam yang sudah ditangani. Mereka tersebar di delapan negara, mayoritas di Kamboja, Myanmar dan Filipina.
Meski demikian, Judha menegaskan bahwa tidak seluruh kasus online scam merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).