ASEAN Media Forum 2024 di Vientiane, Laos membahas Net Zero ASEAN. Foto: Marcheilla Ariesta/Metrotvnews.com
Marcheilla Ariesta • 25 November 2024 18:33
Vientiane: Komitmen net zero di kawasan Asia Tenggara seperti hanya wacana belaka. Pasalnya, tak ada target net zero yang dibuat oleh negara anggota ASEAN.
“Kami berbicara dengan beberapa pejabat di berbagai negara Asia Tenggara, dan salah satu isu yang muncul adalah tidak adanya target nol bersih kolektif. Adanya target nol bersih individual,” kata Dr Mirza Sadaqat Huda, Lead Researcher, Climate Change in Southeast Asia Programme, ISEAS - Yusof Ishak Institute.
Berbicara di ASEAN Media Forum 2024 di Vientiane, Laos, Mirza mengatakan, seharusnya ASEAN memiliki target kolektif dalam menuju net zero 2030.
“Jika kami memiliki target kolektif, itu mungkin sesuatu yang lebih terkait dengan lingkungan ASEAN, tetapi bahkan dengan target nol bersih domestik, interkoneksi dapat mendorong tujuan individual ini, karena ada yang saling melengkapi,” lanjut Mirza.
Menurut Mirza, dalam hal skenario 2030, yang akan sangat penting adalah menghasilkan beberapa bentuk lembaga regional yang benar-benar dapat mendorong inisiatif jaringan listrik ASEAN, yang dapat membuat rencana energi jangka panjang.
“Jika benar-benar dapat menerapkan bahkan mekanisme penyelesaian sengketa, maka dapat menghasilkan biaya utama regional - yang merupakan biaya yang dibayarkan satu negara ke negara lain untuk menggunakan jaringan listrik mereka untuk perdagangan dengan pihak ketiga, dan juga mendorong isu-isu seperti regulasi, kode jaringan, keamanan energi, memiliki semacam platform daring untuk pertukaran data dan komunikasi gratis,” lanjut dia.
Dalam kesempatan yang sama, Executive Director, Mekong Institute Suriyan Vichitlekam mengatakan, ia sangsi jika Net Zero 2030 akan tercapai.
“Secara teknis, kita tidak akan mencapai nol bersih di sektor energi pada tahun 2030. Itu tidak akan mungkin,” kata Suriyan.
“Saya mengatakan ini karena sejauh menyangkut kemajuan teknologi, utilitas listrik paling andal yang dapat kita miliki atau sumber energi yang dapat kita miliki sekarang adalah tenaga air,” lanjut dia.
Tenaga surya dan angin, kata Suriyan, memiliki kendala musiman. Hal tersebut sebenarnya dapat diwujudkan bersama dengan penggunaan penyimpanan energi massal. Sayangnya, cara itu mahal dan belum diluncurkan dalam skala besar.
“Pertanyaan yang perlu kita tanyakan adalah apa yang dapat kita harapkan dari sektor energi pada tahun 2030. Mungkin itu yang menurut saya lebih valid. Jadi yang dapat kita harapkan dari sektor energi adalah bahwa sebagian besar portofolio energi akan berasal dari sumber energi terbarukan,” seru Suriyan.
Saat ini, katanya, banyak negara tengah mengusahakannya.
“Pada tahap ini, sebagian besar negara masih belum dapat melampaui angka 50 persen. ASEAN masih bergantung pada bahan bakar fosil dan gas alam dan tentu saja kita melihat pertumbuhan dan perluasan porsi energi terbarukan,” pungkas Suriyan.