Foto: Tangkapan Layar
Medcom • 5 January 2024 20:46
Jakarta: Belakangan ini warganet dibuat heran dengan video yang memperlihatkan tanaman jagung ditanam dalam polybag di lahan food estate kebun singkong usulan Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Greenpeace Indonesia yang berfokus pada masalah lingkungan global mengungkap masalah sesungguhnya dari pembukaan lahan di kawasan food estate sebesar 31.000 hektar tersebut.
Dalam laporan Greenpeace berjudul “Food Estate: Menanam Kehancuran Menuai Krisis Iklim” dijelaskan secara rinci asal mulanya kebijakan pembukaan lahan ini dibuat. Penolakan dari warga, hilangnya habitat makhluk hidup, hingga kerawanan terhadap banjir menjadi dampak yang ditimbulkan dari pembukaan lahan ini.
“Kawasan hutan yang dibuka oleh Kementerian Pertahanan tidak cocok untuk perkebunan singkong karena tanahnya berpasir dan sangat dangkal, serta rawan erosi parah jika vegetasi penutup tanah dibersihkan,” wawancara Greenpeace bersama salah seorang Warga Desa Tewai Baru pada Agustus 2022 lalu.
Baca juga: AMIN Tak Mau Lanjutkan Program Food Estate |
Kekhawatiran warga setempat menjadi kenyataan, pembukaan lahan untuk kawasan food estate singkong ini membuat air hujan mengalir dengan lebih cepat, apalagi kondisi lapisan tanah yang berpasir.
“Kini banjir setiap kali hujan turun di area perkebunan singkong Kementerian Pertahanan yang baru dibuka, banjir sudah terjadi tiga kali sejak hutan ditebangi oleh Kementerian Pertahanan. Harta benda warga, termasuk furniture dan alat elektronik, telah rusak dan hancur” demikian dikutip dari laporan Greenpeace, Jumat, 5 Januari 2024.
Bercampurnya sedimen kasar dan sisa-sisa kayu di lokasi telah menyumbat lahan basah dan aliran air. Hal ini yang menyebabkan banjir khususnya di Sungai Tambun, dan Tambakung, serta anak sungai Kahayan.
Sebagai informasi, direncanakan ada 31.000 hektar lumbung pangan di Provinsi Kalimantan Tengah yang tersebar di tiga kabupaten, 1.124 hektar di Pulau Pisau, 9.617 hektar di Kapuas, dan 23.019 di Gunung Mas.
(Imanuel Rymaldi Matatula/Medcom.id)