Ilustrasi pemilihan umum. Medcom.id
Jakarta: Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan uji publik terhadap tiga rancangan peraturan KPU (PKPU), salah satunya tentang kampanye dalam penyelenggaraan pemilihan umum. Meski mengakomodasi sosialisasi, tetapi rancangan PKPU belum mengatur dengan rinci sanksi bagi pihak yang melanggar.
Anggota KPU Mochammad Afifuddin mengatakan rancangan PKPU soal kampanye sebetulnya menjadi kabar gembira agar masyarakat dapat memilih. Bukan untuk menakut-nakuti orang, sehingga masyarakat ogah menggunakan hak pilih.
"Itulah fungsi-fungsi pendidikan politik, pendidikan pemilih, sosialisasi, yang dalam domain kinerja KPU," kata Afif di Jakarta, Sabtu, 27 Mei 2023.
Aturan sosialisasi dalam rancangan PKPU kampanye hanya diatur dalam satu pasal yang terdiri dari empat ayat, yakni Pasal 84. Beleid tersebut menjelaskan partai politik dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan politik di internal partai sebelum masa kampanye.
Metode yang diatur adalah pemasangan bendera partai politik beserta nomor urut. Kemudian, pertemuan terbatas dengan memberitahukan kepada KPU dan Bawaslu paling lambat satu hari sebelum kegiatan.
Adapun pengungkapan citra diri, identitas, ciri-ciri khusus atau karakteristik partai politik yang memuat tanda gambar dan nomor urut partai politik dilarang di luar masa kampanye. Masa kampanye baru akan dimulai pada 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024.
Manajer Pemantauan Sekretaris Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Aji Pangestu menilai tidak ada yang baru dari aturan sosialisasi dalam rancangan PKPU. Namun, pihaknya menyoroti pengaturan terkait unsur-unsur apa saja yang dapat ditampilkan peserta pemilu saat masa sosialisasi.
Dia berpendapat KPU mengamini Bawaslu yang baru dapat menindak jika unsur-unsur itu bersifat akumulatif. "Itu mencakup citra diri, lambang partai, dan nomor urut, di tempat umum. Kalau misalnya ada salah satu unsurnya saja, enggak masuk pelanggaran sama Bawaslu," jelas dia.
Padahal, rancangan PKPU kampanye menggunakan diksi 'atau' saat menjelaskan larangan unsur apa saja yang dilarang selama masa sosialisasi, yakni citra diri, identitas, ciri-ciri khusus, atau karakteristik partai politik. Aji berpendapat diksi 'atau' seharusnya ditafsirkan per unsur.
"Rancangan PKPU ini memberikan ruang gerak yang lebih bagi partai politik untuk melakukan manuver lebih banyak. Bau-bau sosialisasi, tapi kampanye," ujar dia. (Tri Subarkah)