Ilustrasi. MI/Arya Manggala.
Indriyani Astuti • 22 December 2024 11:05
Jakarta: Wacana Dinas Perhubungan (Dishub) Jakarta menghapus layanan TransJakarta koridor 1 (Blok M-Kota) mendapat sorotan. Kebijakan meniadakan layanan itu ketika jika Moda Raya Terpadu (MRT) tahap II sudah selesai dinilai konyol.
"Ini jelas langkah yang tidak tepat, untuk tidak menyebut konyol," kata pengamat transportasi, Darmaningtyas melalui keterangan tertulis, Minggu, 22 Desember 2024.
Kepala Dinas Perhubungan Jakarta Syafrin Liputo dinilai tidak mengerti kondisi lapangan. Wacana ini juga dinilai menunjukkan Dishub Jakarta tidak memahami karakter pelanggan MRT dan TransJakarta.
"Kalau memahami kondisi atau karakter pelanggan MRT dan TJ tentu tidak akan mengeluarkan pernyataan tersebut," ujarnya.
Ia menjelaskan karakter pelanggan TransJakarta itu berbeda dengan karakter pelanggan MRT, baik dari aspek sosial ekonomi, tarif, maupun pola perjalanannya. Sehingga, ia menilai keberadaan MRT tak bisa menggantikan layanan TransJakarta kendati dalam rute yang sama.
Secara aspek sosial ekonomi, kata dia pelanggan MRT biasa digunakan pengguna kelas menengah ke atas. Ini bisa dilihat dari penampilan para pengguna. Beda cerita dengan pelanggan TransJakarta yang didominas kelas menengah ke bawah.
"Begitu mereka dipaksa pindah ke MRT karena layanan TransJakarta Koridor 1 dihapuskan, maka mereka akan pindah ke sepeda motor, dan ini jelas suatu kekonyolan yang tidak terampuni," ucap dia.
Dari segi tarif, MRT jauh lebih mahal karena berdasarkan jarak tempuh. Saat ini, tarif MRT rute Lebak Bulus – Bunderan HI saja mencapai Rp14 ribu. Sedangkan, naik TransJakarta hanya Rp3.500.
Seandainya pada 2027 tarif TransJakarta naik menjadi Rp5 ribu, masih jauh lebih murah ketimbang tarif MRT dari Lebak Bulus sampai Kota yang ditaksir bisa mencapai Rp30 ribu.
"Dengan tarif sebesar itu, jelas tidak mungkin terjangkau oleh pengguna TJ. Tarif itu terjangkau bagi pengguna mobil pribadi," ungkapnya.
Menurut dia, cara berpikir Dinas Perhubungan Jakarta seharusnya bukan menghapus layanan TransJakarta Koridor 1. Melainkan, bagaimana memindahkan pengguna mobil pribadi ke angkutan umum khususnya MRT.
Menurut Darmaningtyas, kebijakan-kebijakan yang sudah lebih 15 tahun digodok dan dikaji menjadi prioritas untuk diterapkan. Seperti tarif parkir tengah kota yang mahal, tidak boleh parkir di badan jalan, dan harga BBM untuk kendaraan pribadi yang mahal.
Ia mengatakan menghapus layanan Koridor 1 jelas bukan kebijakan yang cerdas, dan bertentangan dengan gagasan pembangunan MRT yang sejak dicanangkan untuk memindahkan pengguna kendaraan pribadi. Bukan memindahkan pengguna angkutan umum lainnya.
Ia menilai menghapus layanan
TransJakarta Koridor 1 akan menurunkan jumlah pengguna angkutan umum dan menaikkan pengguna kendaraan pribadi, utamanya motor. Kontribusi Koridor 1 dalam memfasilitasi mobilitas warga Jabodetabek setiap harinya cukup tinggi, bisa mencapai 66.000 orang pada hari kerja.
"Kalau 50 persen mereka kembali naik motor, karena tidak mampu naik MRT, maka itu akan nambah ruwet Kota Jakarta," ucap dia.
Sebelumnya, Kadishub Jakarta Syafrin Liputo menyatakan bakal menghapus layanan koridor 1 TransJakarta. Ini dilakukan jika pembangunan MRT tahap II selesai, yang kemungkinan pada 2027.