Pertumbuhan Ekonomi RI Tersandera Lambatnya Transisi Energi

Ilustrasi. Foto: Dokumen Kementerian Keuangan

Pertumbuhan Ekonomi RI Tersandera Lambatnya Transisi Energi

Faustinus Nua • 22 August 2024 19:05

Jakarta: Deputi Koordinator Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin menegaskan transisi energi merupakan keniscayaan bagi Indonesia bila ingin menjadi negara maju. Sebab, bila tidak mampu melaksanakan transisi energi, hal itu bisa mengancam pertumbuhan ekonomi.

"Tentunya jika kita tidak melaksanakan transisi energi di berbagai sektor, ini akan mengancam progres dari pertumbuhan ekonomi kita sendiri," ujar Rachmat dalam pra acara 'Indonesia Sustainability Forum (ISF) bertema 'New Leadership, New Horizon: Steering Indonesia’s Efforts in Industrial Decarbonization and Energy Transition', Kamis, 22 Agustus 2024.

Menurut dia, saat ini pasar, baik domestik dan maupun internasional menginginkan energi yang lebih bersih, menginginkan transisi energi. Produk-produk yang dibuat harus less carbon intensive.

"Kalau kita tidak ikut, kemungkinan barang-barang kita yang dikirim ke luar negeri itu jadi tidak kompetitif. Bisa jadi barang-barang kita nanti akan kena carbon tax lewat seabank dan berbagai mekanisme lainnya. Jadi buat kita, transisi energi ini menjadi sesuatu keniscayaan," imbuh dia.
 
Namun, kata Rachmat, hingga saat ini upaya untuk meningkatkan transisi energi masih belum maksimal, masih cukup banyak PR yang harus dituntaskan. Dari berbagai sektor, 86 persen penggunaan energi masih menggunakan fosil.
 

Baca juga: Bahlil Dorong Kolaborasi Internasional untuk Capai Target Net Zero Emission
 

Penggunaan energi fosil terkonsentrasi di tiga sektor


Rachmat mengungkapkan, penggunaan energi fosil di Indonesia terkonsentrasi pada tiga sektor, yaitu listrik dengan penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik. Kemudian penggunaan BBM untuk transportasi dan yang ketiga penggunaan batu bara untuk industrial process.

"Jadi hal-hal ini jika kita bisa solve, kita sudah 75 persen menyelesaikan perjalanan kita. Untuk listrik, secara umum Indonesia berada dalam posisi yang cukup baik," kata dia.

Lebih lanjut, Rachmat mengatakan Indonesia memiliki potensi renewable energy yang sangat besar sekitar 3.600 gigawatt (GW). Akan tetapi baru sekitar 73 GW yang dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, artinya masih berpuluh kali lipat potensi renewable energy yang belum dioptimalkan.
 
"Tapi PR-nya tentunya adalah membuat transmisi atau sistem yang bisa meng-capture, karena listriknya itu yang banyak adalah solar, wind, yang bentuknya variable, ini butuh sistem teknologi yang sedikit berbeda dengan fosil base dan tidak kalah pentingnya kita juga perlu membangun industri supply chain yang mendukung pembangunan renewable energy ini," ucap dia.

"Karena alangkah sayangnya, jika Indonesia hari ini adalah negara yang mandiri secara energi, kemudian nanti dia bergantung terhadap imported solar panel, imported batteries dan sebagainya. Jadi ke depan kita harus punya industri yang mendukung pembuatan renewable energy. Bukan hanya developer, tapi juga supply chain," tegas Rachmat.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)