Ilustrasi petani. Foto: Medcom.id/Novi Adavid.
Naufal Zuhdi • 12 April 2025 16:02
Jakarta: Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan menilai rencana menghapus kuota impor komoditas strategis yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto perlu dipikirkan secara matang. Pasalnya, hal tersebut memiliki konsekuensi serius terhadap nasib petani, nelayan, dan peternak dalam negeri, serta berpotensi mengganggu ketahanan pangan nasional.
"Kita tentu mendukung reformasi kebijakan yang transparan dan adil, tetapi menghapus kuota impor secara terbuka tanpa sistem pengendalian yang kuat sangat berisiko. Jangan sampai niat membuka akses pasar justru menjadi jalan bagi produk asing membanjiri pasar domestik, mematikan produksi rakyat," ujar Daniel melalui siaran pers, Sabtu, 12 April 2025.
Selama ini, jelas dia, kuota impor berfungsi sebagai alat kontrol negara untuk melindungi sektor pangan dalam negeri. Sehingga, sistem pengaturan impor harus tetap ada agar bebas dari praktik rente, monopoli, dan permainan kartel.
Politisi dari Fraksi PKB ini tidak memungkiri bahwa praktik kuota impor selama ini memang memiliki banyak celah dan berpotensi membahayakan sektor pertanian serta ketahanan pangan nasional. Dalam berbagai evaluasi dan diskusi, sistem kuota impor terbukti bukan hanya tidak efektif, tetapi juga menjadi sumber persoalan struktural yang berlarut-larut.
"Kebijakan kuota impor selama ini telah digunakan secara diskriminatif, membuka ruang besar bagi kartel impor, serta menjadi ladang subur bagi praktik jual-beli kuota yang berujung pada kerugian petani dan konsumen," jelasnya.
Berdasarkan penemuan Ombudsman, kuota impor kerap kali disalahgunakan. Tidak hanya diperjualbelikan secara ilegal, kuota yang seharusnya menjaga stabilitas pasokan dan harga justru kerap berlebihan. Bahkan, lanjutnya, jutaan ton beras masuk ke Indonesia pada tahun lalu melebihi kuota yang telah ditetapkan.
Praktik tersebut terbukti merugikan petani lokal, apalagi saat impor dilakukan bersamaan dengan masa panen raya. Di sisi lain, masyarakat sebagai konsumen akhir harus menanggung mahalnya harga pangan akibat sistem yang tidak adil itu.
Baca juga: Penundaan Tarif Trump, Legislator NasDem: Bawa Efek Positif Pasar Global |