Media Indonesia • 22 November 2025 06:17
TEROBOSAN besar tengah dilakukan pemerintah, yakni membuka 500 rumah sakit penyelenggara pendidikan utama di seluruh kabupaten/kota untuk tujuh spesialis dasar.
Tujuh spesialis dasar bidang kedokteran tersebut ialah penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi (kebidanan dan kandungan), anestesi, radiologi, serta patologi klinis. Ketujuh spesialis itu dibutuhkan di rumah sakit untuk layanan dasar.
Dengan terobosan itu, putra-putri daerah dapat menempuh pendidikan spesialis tanpa harus berkompetisi di pusat-pusat pendidikan besar di Jawa. Terobosan itu diharapkan bisa mengatasi kekurangan ketersediaan dan kesenjangan dokter spesialis di kota-kota besar, khususnya di Jawa, dengan di daerah.
Saat ini Indonesia masih kekurangan sekitar 70 ribu dokter spesialis. Dari dokter spesialis yang tersedia pun, penyebarannya tidak merata. Sebagian besar terkonsentrasi di Jawa, khususnya di kota-kota besar. Banyak rumah sakit di daerah tidak memiliki dokter spesialis sehingga pasien yang membutuhkan layanan dokter spesialis harus dirujuk ke rumah sakit besar. Itu tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Warga di Kepulauan Natuna, misalnya, harus terbang ke Batam untuk mendapatkan layanan dokter spesialis. Memang hanya sekitar 45 menit, tapi jangan bayangkan seperti di Jakarta yang penerbangannya tersedia beberapa kali sehari.
Minimnya ketersediaan dokter spesialis tidak lepas dari terbatasnya produksi dokter spesialis. Setiap tahun, Indonesia hanya menghasilkan 2.700 dokter spesialis. Angka itu jauh di bawah kebutuhan dan tertinggal jika dibandingkan dengan negara lain. Korea Selatan, misalnya, yang populasinya hanya seperenam Indonesia, mampu menghasilkan 3.000 dokter spesialis tiap tahun. Inggris, yang berpenduduk seperempat dari Indonesia, sanggup memproduksi 12 ribu dokter spesialis setiap tahun.
Minimnya produksi dokter spesialis disebabkan sentra pendidikan dokter spesialis sangatlah terbatas. Sudah begitu, biayanya kelewat mahal. Akibatnya, kuota sangat terbatas.
Saat ini Indonesia hanya memiliki 26 sentra pendidikan dokter spesialis. Jumlah itu jauh dari kata memadai. Sementara itu, negara lain punya ratusan sentra pendidikan dokter spesialis. Akibatnya, persaingan untuk menjadi dokter spesialis menjadi sangat sulit dan mahal.
Banyak calon dokter yang akhirnya tidak dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat spesialisasi karena keterbatasan tersebut meski mereka sudah memenuhi syarat secara akademik dan profesional.
Biaya pendidikan dokter spesialis yang mahal itu membuat banyak dokter spesialis memilih berkarier di kota-kota besar, khususnya Jakarta, yang menjanjikan pendapatan lebih besar.
Karena itu, target pemerintah untuk membuka 500 rumah sakit penyelenggara pendidikan utama dokter spesialis harus segera diwujudkan. Namun, langkah itu juga harus disertai dengan kualitas pendidikan agar menghasilkan dokter spesialis yang berkualitas.
Dokter spesialis/Ilustrasi MI
Selain memproduksi dokter spesialis, pemerintah harus memberikan insentif yang lebih besar bagi dokter spesialis yang mau bekerja di daerah, lebih khusus lagi daerah terpencil. Banyak dokter mengeluhkan banyaknya potongan penghasilan untuk mereka. Karena itu, janji Presiden Prabowo Subianto untuk menetapkan tunjangan sebesar Rp30 juta bagi dokter spesialis yang bertugas di daerah tertinggal perlu segera diwujudkan. Itu bertujuan dokter spesialis betah bertugas di daerah.
Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah untuk mengatasi kesenjangan dokter spesialis. Namun, itu semua harus segera dituntaskan sebab layanan kesehatan yang baik dan ketersediaan tenaga medis menjadi kunci untuk mewujudkan visi Indonesia emas 2045.