Tradisi Pesta Baratan Kalinyamatan. Metrotvnews.com/ Rhobi Shani.
Rhobi Shani • 10 November 2025 16:33
Jepara: Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, tidak hanya terkenal dengan ukiran kayunya, tetapi juga kaya akan tradisi budaya. Dua di antaranya adalah Pesta Baratan dan Jembul Tulakan, tradisi yang memiliki kaitan erat dengan pahlawan maritim asal Jepara, Ratu Kalinyamat. Kedua tradisi ini menjadi simbol penghormatan masyarakat terhadap sang ratu.
Pesta Baratan merupakan tradisi rutin yang digelar setiap tahun menjelang bulan Ramadan, tepatnya selepas malam Nisfu Sya'ban. Tradisi ini berpusat di Desa Kriyan, Kecamatan Kalinyamatan.
Kata "Baratan" berasal dari "Lailatul Baraah", yang berarti malam penuh keberkahan dan pembebasan dosa. Masyarakat setempat memanfaatkan malam ini untuk memohon ampunan sebelum memasuki bulan suci.
Rangkaian acara dimulai dengan doa bersama usai salat Magrib di Masjid Desa Kriyan, dilanjutkan salat Isya. Masyarakat kemudian melakukan bancaan atau makan bersama dengan hidangan utama nasi puli.
Tradisi ini memiliki akar sejarah yang dalam. Berdasarkan cerita rakyat, Pesta Baratan awalnya merupakan bentuk duka atas wafatnya Sultan Hadirin, suami Ratu Kalinyamat, yang dibunuh oleh Arya Penangsang.
"Saat jenazah Sultan Hadirin dibawa pulang, warga menyalakan obor sebagai penerangan dan tanda belasungkawa. Dari situlah tradisi arak-arakan lampion ini bermula," jelas Kasianto, sesepuh Desa Kriyan, Senin, 10 November 2025.
Puncak acara adalah kirab budaya. Lakon sosok Ratu Kalinyamat diarak mengelilingi Desa Kriyan. Barisan sapu jagat membuka jalan yang dikerumuni ribuan penonton. Di belakangnya, mengikuti barisan dayang-dayang, penari, tokoh agama, dan anak-anak membawa lampion.
Satu gunungan hasil bumi yang telah didoakan turut dibawa dalam prosesi. Pesta Baratan kini menjadi ikon tradisi Jepara yang dinantikan setiap tahun.

Ilustrasi Ratu Kalinyamat. Medcom.id
Sementara itu, di Desa Tulakan, Kecamatan Donorojo, tradisi Jembul Tulakan telah turun-temurun dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada Ratu Kalinyamat. Tradisi sedekah bumi ini digelar setiap Senin Pahing pada bulan Zulkaidah.
Terdapat empat jembul utama yang dibawa oleh perwakilan setiap dukuh di Desa Tulakan. Tradisi ini bermula dari kisah kesetiaan Ratu Kalinyamat kepada mendiang suaminya.
Berdasarkan cerita rakyat setempat, sang ratu melakukan sumpah dan tapa wuda singgang rambut di Pertapaan Sonder. Bukti sejarah rambut yang dibungkus bambu juga ditemukan di Bukit Donorojo. Pertapaan ini dinilai sebagai simbol melepaskan kemewahan dunia dan tekad menegakkan keadilan.
Terdapat dua jenis jembul yang diarak, yaitu jembul lanang (laki-laki) dan jembul wadon (perempuan). Perbedaannya terletak pada susunan dan isi gunungan.
"Jembul berisi aneka makanan tradisional seperti gemblong, jenang, dan pisang yang disusun dalam bilah bambu. Jembul lanang dipasangi golekan yang melambangkan tokoh dari setiap dusun, sedangkan jembul wadon berisi nasi ambengan beserta lauk pauknya," terang Maryati, salah satu peserta kirab.
Kedua tradisi ini tidak hanya menjadi agenda budaya tahunan, tetapi juga menjadi pengingat akan sejarah panjang Jepara dan peran penting Ratu Kalinyamat dalam membentuk identitas masyarakat setempat.