Truk bantuan PBB yang ditahan Israel. Foto: EFE-EPA
Washington: Senator Amerika Serikat Chris Van Hollen menuduh Israel melakukan ‘pembersihan etnis’ di Gaza melalui blokade bantuan kemanusiaan yang telah berlangsung lebih dari 60 hari. Pernyataan ini disampaikan melalui video di platform X, menandai eskalasi ketegangan antara pemerintah AS dan sekutunya di Timur Tengah.
“Pemerintah Netanyahu memberlakukan blokade total terhadap bantuan untuk 2 juta warga Gaza. Menahan makanan sebagai senjata perang adalah pelanggaran hukum internasional,” ujar Van Hollen, dikutip dari Anadolu, Jumat 9 Mei 2025.
Ia mengutip rencana Israel yang disetujui Kabinet Keamanan untuk menguasai Gaza sepenuhnya, serta kunjungan Menteri Keamanan Israel Itamar Ben-Gvir ke Washington yang mendorong implementasi rencana pengosongan Gaza.
Krisis kemanusiaan dan respons internasional
Sejak 2 Maret 2025, Israel menutup seluruh akses bantuan makanan dan medis ke Gaza, memperparah krisis yang telah menewaskan lebih dari 52.600 warga Palestina sejak Oktober 2023. Mahkamah Pidana Internasional sebelumnya telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk PM Benjamin Netanyahu atas dugaan kejahatan perang.
Van Hollen mengecam rencana yang ia sebut sebagai “pengusiran paksa 2 juta warga
Palestina”. “Ini pembersihan etnis dengan nama lain. AS tidak boleh terlibat dalam tindakan semacam ini,” ujar Van Hollen.
Kritik ini muncul di tengah rencana pemerintah Trump yang diduga mendukung kebijakan Israel.
Implikasi politik dan hukum
Kasus genosida Israel di Mahkamah Internasional masih terus berlanjut, sementara tekanan global terhadap blokade Gaza semakin menguat. Van Hollen menyerukan komunitas internasional untuk segera bertindak.
“Kita semua memiliki kewajiban sebagai manusia untuk menghentikan ini,” ujar Van Hollen.
Dengan kebuntuan politik yang terus berlanjut, krisis kemanusiaan di Gaza diprediksi akan semakin memburuk. Langkah AS selanjutnya dalam menanggapi kebijakan Israel menjadi sorotan dunia, terutama terkait komitmennya terhadap hukum humaniter internasional.
(
Muhammad Adyatma Damardjati)