Israel Lancarkan Operasi Besar-Besaran untuk 'Merebut dan Kuasai' Gaza, 250 Orang Tewas

Asap mengepul di lingkungan Al-Shejaeiya setelah serangan udara Israel di bagian timur Kota Gaza, 8 Oktober 2023. EFE/EPA/MOHAMMED SABER

Israel Lancarkan Operasi Besar-Besaran untuk 'Merebut dan Kuasai' Gaza, 250 Orang Tewas

Riza Aslam Khaeron • 17 May 2025 17:04

Tel Aviv: Militer Israel, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) secara resmi mengumumkan dimulainya ofensif besar-besaran di Jalur Gaza yang diberi nama Operasi "Kereta Perang Gideon" atau "Gideon's Chariots."

Nama ini merujuk pada tokoh prajurit dalam kisah Alkitab, Gideon, yang memimpin 300 pasukan Israel melawan pasukan Midian dengan strategi mengejutkan dan kemenangan luar biasa, sebuah simbol operasi yang diklaim membawa kejutan strategis dan kekuatan militer penuh.

"Selama sehari terakhir, IDF melancarkan serangan besar-besaran dan mengerahkan pasukan untuk merebut wilayah-wilayah strategis di Jalur Gaza, sebagai bagian dari langkah awal Operasi Kereta Perang Gideon dan perluasan kampanye di Gaza, guna mencapai semua tujuan perang di Gaza, termasuk pembebasan sandera dan penghancuran Hamas," tulis akun resmi IDF, @idfonline di X.

IDF juga menegaskan bahwa pasukan Komando Selatan akan terus beroperasi untuk melindungi warga negara Israel dan merealisasikan seluruh tujuan perang.

Melansir Times of Israel (ToI), pejabat Israel menyatakan bahwa operasi ini bertujuan untuk "menaklukkan Gaza dan mempertahankan wilayahnya; memindahkan penduduk sipil Palestina ke selatan; menyerang Hamas; dan mencegah kelompok tersebut menguasai bantuan kemanusiaan."

Melansir BBC pada Jumat, 16 Mei 2025, militer Israel mengklaim telah menyerang lebih dari 150 target teror di seluruh Gaza dalam waktu 24 jam. Mereka menegaskan tidak akan menghentikan operasi "hingga Hamas tidak lagi menjadi ancaman dan semua sandera kembali ke rumah."

Operasi militer ini dimulai pasca berakhirnya gencatan senjata dua bulan pada Maret lalu dan meningkatnya tekanan internasional. Pemerintah Israel mengatakan bahwa mereka menunda operasi darat ini hingga kunjungan Presiden AS Donald Trump ke Timur Tengah selesai, yang berakhir pada Jumat, 16 Mei 2025.
 

Baca Juga:
Presiden Palestina Dorong Perundingan Langsung PLO dengan Hamas

Kementerian kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza mengklaim bahwa lebih dari 250 warga tewas sejak serangan dimulai pada Kamis malam.

Sementara itu, PBB memperingatkan bahwa peningkatan serangan, pemindahan paksa warga, dan penghancuran sistematis kawasan permukiman bisa dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional dan mengarah pada pemindahan demografis secara permanen.

"Serangan bom yang terus berlangsung, pengungsian paksa, dan penghancuran sistematis permukiman menunjukkan adanya upaya pemindahan demografis permanen di Gaza yang melanggar hukum internasional dan bisa dikategorikan sebagai pembersihan etnis," ujar Komisaris HAM PBB Volker Türk, dikutip BBC, Jumat, 16 Mei 2025.

Israel meluncurkan kampanye militer ini sebagai respons terhadap serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan 251 orang disandera. Hingga kini, Hamas diyakini masih menahan 57 orang.

Berdasarkan keterangan Kementerian Kesehatan Gaza, Perang Israel di Gaza yang telah berlangsung lebih dari setahun telah menewaskan sedikitnya 53.119 warga Palestina dan melukai 120.214 lainnya. Media Pemerintah Gaza bahkan melaporkan angka korban jiwa yang lebih tinggi, melebihi lebih dari 60 ribu orang tewas selama perang berlangsung.

Di tengah operasi militer ini, situasi kemanusiaan di Gaza memburuk drastis. Victoria Rose, ahli bedah rekonstruksi asal Inggris yang bertugas di Rumah Sakit Nasser, Khan Younis, mengatakan kepada BBC Radio 4 bahwa anak-anak di Gaza mengalami kekurangan gizi berat.

"Anak-anak sangat kurus. Banyak gigi mereka yang tanggal. Banyak yang mengalami luka bakar serius dan dalam kondisi kekurangan gizi seperti ini, mereka lebih rentan infeksi dan sulit sembuh," ujarnya.

Laporan PBB juga menunjukkan Gaza berada dalam "risiko kelaparan kritis". Meski begitu, pemerintah Israel berkali-kali membantah tudingan adanya krisis pangan di wilayah tersebut.

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio turut menyuarakan keprihatinan, menyatakan bahwa Amerika Serikat "terganggu" oleh situasi yang memburuk di Gaza. Namun hingga kini, belum ada tekanan serius yang mampu menghentikan laju operasi militer Israel yang telah menewaskan ratusan orang hanya dalam beberapa hari terakhir.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)