Pertemuan Zelensky dan Trump Menunjukkan AS Bukan Lagi Hegemon yang Bisa Dipercaya

Zelensky, Trump, dan Vance. (EPA-EFE/Jim lo Scalzo/pool)

Pertemuan Zelensky dan Trump Menunjukkan AS Bukan Lagi Hegemon yang Bisa Dipercaya

Riza Aslam Khaeron • 9 March 2025 12:21

Jakarta: Pertemuan antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada pekan lalu berujung pada ketegangan diplomatik yang mencerminkan posisi AS yang kian goyah sebagai pemimpin global yang dapat dipercaya. Pertemuan tersebut awalnya diharapkan menjadi momentum untuk mencapai perjanjian damai antara Ukraina dan Rusia.

Namun, seperti dilaporkan oleh laman resmi Universitas Airlangga (UNAIR) pada Jumat, 7 Maret 2025, hasil dari pertemuan itu justru berakhir sebagai "kekacauan diplomatik".

Mengutip pernyataan Dosen Hubungan Internasional Universitas Airlangga (UNAIR), Radityo Dharmaputra, Trump terlihat memanfaatkan pertemuan tersebut untuk memaksakan perdamaian dengan cara yang merugikan Ukraina. AS nampak ingin memaksakan perdamaian, walaupun saat ini terlihat menekan Ukraina saja, menurut Radityo.

"Dalam pertemuan itu yang terjadi adalah kekacauan diplomatik yang membuat semua pihak dirugikan. Sikap Trump ini, walaupun membuat frustasi banyak pihak, tapi sudah bisa ditebak. Hanya memikirkan kepentingan AS, transaksional, sikapnya juga menunjukkan bahwa AS tidak peduli kepentingan bersama ataupun suara dari negara-negara kecil,” ujar Radityo

Menurut Radityo, Zelensky menghadapi tekanan besar dalam pertemuan tersebut, terutama akibat pernyataan problematik dari Wakil Presiden AS JD Vance. Pernyataan-pernyataan Vance itu cukup membuatnya terpojok dalam pertemuan tersebut.

Jika Zelensky diam, maka dia akan dilihat oleh warga Ukraina seakan menyetujui pernyataan Vance. Dengan kata lain, Zelensky tidak memiliki banyak pilihan selain bersikap defensif dalam merespons pernyataan Trump dan Vance.

Setelah pertemuan itu, laman UNAIR mencatat bahwa AS memutuskan untuk menghentikan bantuan militer ke Ukraina. Langkah ini, menurut laporan tersebut, akan memperburuk posisi Ukraina dalam menghadapi Rusia, terutama jika negara-negara Eropa tidak mampu mengisi kekosongan tersebut.
 

Baca Juga:
Delegasi Ukraina dan AS Akan Bertemu di Jeddah Pekan Depan

"Zelensky tidak punya opsi dalam hal ini dan harus berusaha mendekati Trump. Terlihat dari pernyataan terakhirnya di platform X yang menunjukkan bahwa ia mencoba berbaikan kembali dan menawarkan deal mineral agar segera ditandatangani. Hanya saja, ia sekarang berusaha memberikan counter-offer melalui dukungan UK-Prancis," ujar Radityo.

Radityo menegaskan bahwa posisi Ukraina yang semakin terjepit ini menunjukkan bahwa AS bukan lagi hegemon yang dapat dipercaya dalam menyelesaikan konflik internasional.

“Ukraina sebaiknya lebih mempertimbangkan kerja sama dengan negara Eropa. Bantuan AS lebih kecil dari bantuan total negara-negara Eropa, dan sebagian besar dari bantuan AS itu kembali ke perusahaan AS karena untuk membeli peralatan tempur. Hal ini menjadi counter bagi opini yang mengatakan Ukraina tidak bersyukur telah dibantu AS,”" jelasnya.

Situasi ini memperlihatkan bahwa dominasi AS sebagai pemimpin global mulai meredup. Ketidakmampuan Trump dalam mempertahankan pengaruh politik di Ukraina dan kebijakan transaksional yang ia terapkan menunjukkan bahwa negara-negara kecil seperti Ukraina kini lebih bergantung pada aliansi regional, terutama Eropa.

Dengan kata lain, pertemuan Zelensky dan Trump bukan hanya mencerminkan ketidakstabilan diplomatik, tetapi juga menandai bergesernya tatanan global di mana AS tidak lagi menjadi satu-satunya kekuatan dominan yang dapat diandalkan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)