Ilustrasi stop loss. Foto: snips.stockbit.com
Jakarta: Stop loss adalah alat penting dalam dunia investasi untuk membatasi kerugian dan melindungi modal. Berikut penjelasan lengkap mengenai cara kerja dan strategi penerapannya, dilansir dari Pluang dan Asosiasi Emiten Indonesia.
Stop loss bekerja sebagai perintah otomatis untuk menjual aset ketika harga mencapai batas tertentu yang sebelumnya sudah ditetapkan investor. Dengan begitu, stop loss menjadi semacam 'safety net' yang memungkinkan investor mengendalikan risiko tanpa harus terus memantau pasar.
Cara kerja dan jenis
Cara kerja
stop loss dimulai dengan penetapan level harga pemicu atau
trigger price. Misalnya, seorang investor membeli saham XYZ di Rp1.000 per lembar dan menetapkan
stop loss pada Rp950.
Jika harga
saham turun hingga Rp950, maka perintah jual otomatis aktif dan aset terjual pada harga pasar terbaik yang tersedia. Dengan mekanisme ini, kerugian dapat dibatasi hanya lima persen, sementara sisa modal bisa dialihkan ke instrumen lain.
Stop loss terbagi menjadi dua jenis. Pertama,
fixed stop loss yang menetapkan level tetap, misalnya selalu lima persen di bawah harga beli. Jenis ini banyak dipilih investor pemula yang cenderung konservatif.
Kedua,
trailing stop loss yang menyesuaikan level batasnya ketika harga naik, misalnya lima persen di bawah harga tertinggi. Jenis ini cocok digunakan pada saat pasar sedang dalam tren
bullish untuk mengunci keuntungan.
Sebagai contoh kasus, jika seorang investor membeli saham A pada harga Rp2.000 per lembar dan menetapkan
stop loss di Rp1.900, maka saat harga turun ke titik tersebut, sistem otomatis menjual sahamnya. Dengan demikian, kerugian hanya Rp100 per lembar dan tidak lebih dalam.
(Ilustrasi. Foto: Freepik)
Manfaat, kelebihan, dan kekurangan
Stop loss sangat bermanfaat terutama saat pasar sedang volatil, bagi investor pemula yang belum mahir membaca pergerakan pasar, maupun untuk aktivitas trading jangka pendek. Meski begitu, instrumen ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan.
Dari sisi kelebihan,
stop loss membantu membatasi kerugian tanpa melibatkan emosi dan membuat investor tidak perlu memantau pasar 24 jam. Namun, ada pula kelemahan, seperti kemungkinan perintah jual tereksekusi akibat fluktuasi harga jangka pendek serta adanya biaya tambahan dari broker.
Bagi para investor, disarankan tidak menetapkan
stop loss terlalu ketat, misalnya tiga sampai lima persen untuk saham yang stabil dan tujuh persen sampai 10 persen untuk aset yang volatil.
Stop loss juga sebaiknya dipadukan dengan analisis teknikal, seperti
support level atau
moving average, agar lebih tepat menentukan titik keluar. Investor disarankan berlatih lebih dulu menggunakan simulasi atau fitur paper trading sebelum benar-benar mengaplikasikan
stop loss dengan dana nyata.
Stop loss pada akhirnya menjadi tameng pertama untuk melindungi modal investasi. Dengan memahami mekanismenya dan menggunakannya secara bijak, investor dapat lebih percaya diri menghadapi dinamika serta ketidakpastian pasar. (Muhammad Adyatma Damardjati)