Siti Yona Hukmana • 20 February 2025 16:42
Jakarta: Sejumlah pihak menyuarakan soal potensi bahaya dari Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 11 Tahun 2021, tentang Kejaksaan. Sebab, dapat memberikan kewenangan berlebihan kepada Korps Adhyaksa.
Akademisi Universitas Trunojoyo Madura, Fauzin menilai Kejaksaan berpotensi menjadi alat bagi penguasa untuk mengamankan kebijakan dan kepentingan politik. Maka itu, ia menolak RUU Kejaksaan.
"Seperti Pasal 8 terkait imunitas kejaksaan yang melanggar prinsip persamaan dihadapan hukum," kata Akademisi Universitas Trunojoyo Madura, Fauzin dalam Keterangannya, Kamis, 20 Februari 2025.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ELSAM Wahyudi Djafar menilai potensi bahaya di balik RUU Kejaksaan salah satunya akan memengaruhi menurunnya kualitas Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi di Indonesia. Kemudian, perlindungan saksi dan korban tumpang tindih dengan kewenangan LPSK.
Hal itu diminta diwaspadai. Selain itu, Wahyudi juga menyoroti poin kewenangan Kejaksaan untuk penyadapan yang dikhawatirkan dipergunakan tidak semestinya.
"Kewenangan penyadapan rawan disalahgunakan dan melanggar HAM," kata Wahyudi.
Kemudian, Peneliti Senior Democratic Judicial Reform, Awan Puryadi memandang UU Kejaksaan telah memberikan kewenangan berlebihan yang berpotensi disalahgunakan. Apalagi, RUU Kejaksaan nantinya diyakini akan semakin memberikan kewenangan yang lebih luas dan sangat berbahaya.
"Permasalahan di antaranya pemulihan aset dan kewenangan intelijen. Harus dilakukan Judicial Review ke depannya," kata Awan.
Respons Kejagung
Sebelumnya, Kejagung merespons kritik masyarakat yang meminta agar RUU Kejaksaan dibatalkan. Sebab, revisi itu menyangkut penguatan kewenangan Korps Adhyaksa.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, revisi UU Kejaksaan diperlukan untuk membuat Kejaksaan di Indonesia menjadi institusi yang kokoh. Revisi kali ini menyasar soal peran Kejaksaan sebagai dominus litis atau pengendali perkara.
"Dominus litis itu norma yang bersifat universal di seluruh dunia. Apa kita mau lari dari prinsip universal itu?," kata Harli di Kompleks Kejagung, Jakarta, Selasa, 18 Februari 2025.
Seluruh masyarakat diajak untuk berpikir jernih dalam menanggapi upaya perbaikan UU Kejaksaan. Kemudian, diminta tidak mudah terprovokasi.