Borobudur Writers and Cultural Festival ke-13, Angkat Daya Tarik Muarajambi sebagai Wisata Heritage

Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) ke-13 akan digelar pada 19-23 November 2024. (Foto: Dok. Ist)

Borobudur Writers and Cultural Festival ke-13, Angkat Daya Tarik Muarajambi sebagai Wisata Heritage

Patrick Pinaria • 15 November 2024 14:36

Jakarta: Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) ke-13 akan digelar pada 19-23 November 2024. Kali ini, festival akan berlangsung di kawasan Muara Jambi sebagai bentuk dukungan untuk meningkatkan daya tarik kawasan tersebut sebagai wisata heritage.

Penyelenggaraan BWCF tahun ini memang dikemas cukup berbeda, terutama dalam dua tahun terakhir. Dalam periode itu, BWCF fokus mengangkat soal arkeologi Jawa dan Bali dengan tema arca Durga dan arca Ganesha. Namun, tahun ini secara spesial BWCF ingin mengangkat khazanah percandian, arca-arca, prasasti, keramik-keramik, dan pelabuhan-pelabuhan kuno di Sumatra. 

Pilihan topik Sumatra ini tentu bukan tanpa alasan. BWCF memilih fokus mengangkat wilayah Sumatra ini lantaran ingin menyambut kebijakan pemerintah melakukan revitalisasi terhadap Kawasan Cagar Budaya Nasional Murajambi.

Seperti kita ketahui, selama tiga tahun terakhir para arkeolog melakukan pemugaran terhadap beberapa candi di Murajambi. Sebuah museum baru juga akan didirikan di Muarajambi. BWCF ingin membaca ulang secara utuh situs Muarajambi dan juga arkeologi Sumatra. BWCF ingin membantu pemerintah meningkatkan daya tarik Muarajambi sebagai wisata heritage dan wisata pemikiran Buddhisme internasional yang mendorong perekonomian daerah.

Perhelatan BWCF 2024 seluruhnya akan diadakan di sekitar situs Muarajambi dan Kota Jambi (Malam Pembukaan Festival). Progam- progam BWCF 2024 akan terdiri dari Pidato Kebudayaan, Simposium, Ceramah Umum (Lectures), Diskusi Sastra, Dialog Sastra, Launching
Buku, Podium Sastra, Seni Perertunjukan Seni dan Sastra, Seni Pertunjukan (Malam Tari, Malam Sastra, Malam Musik), dan Meditasi.

BWCF akan mengundang pakar-pakar arkeologi Sriwijaya baik dari luar maupun Indonesia. Juga akan menghadirkan seniman seniman dan sastrawan terkemuka yang berasal dari Sumatra dan Asia Tenggara. Tak lupa BWCF akan menyelenggarakan progam meditasi untuk publik di percandian Muarajambi yang dibimbing meditator terkenal sebagaimana BWCF lakukan di candi Borobudur. Fokusnya, BWCF 2024 ini akan merayakan Sumatra dari arkeologi sampai sastra.

Dengan terselenggaranya festival dan simposium internasional di Muarajambi, BWCF bermaksud turut mempromosikan Muarajambi sebagai salah satu situs warisan dunia yang penting. Pemerintah ingin agar pada tahun 2025 kawasan Muarajambi diakui oleh UNESCO sebagai situs warisan dunia. 

 

Baca: Menteri Kebudayaan Fadli Zon Dinobatkan jadi Tokoh Peduli Museum 2024


Mengadakan pertemuan internasional membahas Muarajambi dan arkeologi Sumatra adalah salah satu strategi untuk membesarkan Muarajambi di dunia akademik. Di masa lampau, Muarajambi adalah pusat pendidikan Buddhis tertua dan terluas di Asia Tenggara.

Muarajambi bisa disebut adalah universitas penunjang Universitas Nalanda di Bihar, India. Terjadi pertukaran pelajar dan guru besar antara Nalanda dan Muarajambi. Siswa-siswa Budhis dari Sumatra belajar dari Nalanda. Sebaliknya, guru besar Nalanda seperti Atisha dan Satyakirti juga datang belajar dan mengajar di Muarajambi.

Mengedepankan dan mengokohkan kedudukan Muarajambi sebagai pusat kebudayaan Sriwijaya atau Melayu adalah sesuatu yang penting dan mendesak. Sebab, sekarang ini para arkeolog Malaysia pun mulai mempromosikan kawasan situs Lembah Bujang di Kedah.

Malaysia adalah kawasan bekas situs utama Pelabuhan Sriwijaya bukan Muoro Jambi atau Palembang. Di Lembah Bujang atau Kedah kunolah dulu menurut mereka penguasa Sriwijaya berkedudukan.

Perhelatan BWCF ini juga diinginkan sebagai tribut untuk mengenang kajian-kajian mengenai arkeologi Sumatra yang dilakukan Satyawati Suleiman (1920-1988) almarhum. Ia adalah arkeolog perempuan pertama Indonesia yang melakukan pernelitian terhadap artefak-artefak percandian Sumatra. Ia bisa disebut arkeolog Indonesia pelopor untuk melakukan studi di Sumatra. juga pernah menjadi atase kebudayaan di India.

Selama dua tahun berturut-turut BWCF melakukan tribut terhadap para arkeolog perempuan yang berjasa. Saat mengangkat tema Durga di tahun 2022, BWCF melakukan tribut terhadap almarhumah Dr. Hariani Santiko yang disertasinya mengenai Durga dan saat tahun 2023 mengangkat tema Ganesa, BWCF melakukan tribut terhadap almarhum Prof. Dr. Edi Sedyawati yang disertasinya tentang Ganesa.

Tribut terhadap Satyawati Sulaiman ini adalah rangkaian seri festival BWCF yang didedikasikan untuk mengenang jasa-jasa para perempuan arkeolog Indonesia yang menyumbang kontribusi besar terhadap pemahaman masa silam Nusantara pada zaman Hindu-Buddha.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Rosa Anggreati)