Kantor Meta di kantor pusatnya di California, Amerika Serikat (AS). Foto: EFE-EPA
Medcom • 7 June 2024 13:43
Istanbul: Pengembang perangkat lunak keturunan Palestina-Amerika Serikat (AS), Ferras Hamad mengajukan gugatannya terhadap raksasa media sosial, Meta. Hamad mengklaim perusahaan tersebut memecatnya secara tidak sah pada minggu ini.
Hamad mengatakan Meta, telah mendiskriminasi dan memecatnya setelah ia menyelidiki klaim pengguna bahwa perusahaan induk Facebook dan Instagram itu menyensor pencipta dan aktivis Palestina.
Mengutip dari Anadolu, tuntutan hukum yang diajukan Hamad yang mengatakan bahwa dirinya diperiksa, diinterogasi dan dipecat.
Alasannya karena Hamad merupakan warga negara Palestina dan Muslim, ia juga sedang menyelidiki tuduhan sensor.
Berdasarkan gugatan tersebut, Hamad dipecat meski penyelidikan adalah bagian dari pekerjaannya.
“Hamad hanyalah korban terbaru dari sikap tidak berperasaan Meta, bias anti-Palestina yang kronis dan konsisten,” tulis gugatan tersebut.
Sementara itu, Meta mengeluarkan pernyataan bahwa Hamad dipecat karena melanggar kebijakan akses data. Pihak perusahaan juga menyatakan pemecatan tersebut tidak dilakukan karena bias.
“(Hamad) telah melanggar kebijakan akses data yang kami jelaskan kepada karyawan akan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja segera,” kata pihak Meta.
Namun, pengacara Hamad mengatakan ia tidak melanggar kebijakan tersebut.
Sebelumnya, Israel terus melanjutkan serangan brutalnya di Gaza menyusul serangan lintas batas pada 7 Oktober 2023 oleh kelompok Palestina, Hamas, meski ada resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menuntut gencatan senjata segera.
Menurut otoritas kesehatan setempat, lebih dari 36.600 warga Palestina telah terbunuh di Gaza, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 83.000 lainnya terluka.
Hampir delapan bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.
Sementara itu, Israel juga dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ). Dalam keputusan terbarunya, ICJ memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasinya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum negara itu diserang pada 6 Mei 2024. (Theresia Vania Somawidjaja)